"Mohon maaf, coba bapa lihat tanaman ini. Bapak kesini bergeser sedikit. Lihat dengan seksama. Apa yang bapak lihat ?" tanyanya sunguh-sungguh sambil mendekatkan pot bunga kecil ke hadapan saya.
"Bagus, bagus itu," jawab saya spontan dan antusias melihat keindahan ciptaan Tuhan di pot itu.
"Mohon maaf Pak, bukan begitu bapak melihatnya. Coba bapak lihat dengan seksama, hayati, nikmati, dengan sungguh-sungguh sampai bapak takjub dan ingat kepada penciptanya. Katakan dengan nama-Nya : 'Masya Allah, indah, bagus dan begitu sempurna ini bunga...'. Seperti itu misalnya. Ya, mata  ini memang tertuju pada ini bunga, tapi hati mesti langsung tertambat pada penciptanya...", katanya sambil sesekali ia melap beberapa pot yang terkena debu jalanan.
Jleb lagi, hati ini terasa tertancap. Ada kata yang indah, filosofis, teguran yang santun sekaligus mencerahkan di balik kata-katanya.
Sekarang saya, jadi beralih lebih memperhatikan pedagang bunga ini dan sesekali perlengkapan kerjanya. Pedagang bunga ini, bukanlah pedagang biasa. Saya harus banyak-banyak belajar menikmati dan mensyukuri momen dan pemandangan ini lebih baik lagi darinya.
Lalu, secara acak saya ambil pot bunga yang saya nilai waktu itu bunga yang paling bagus. Kemudian saya tanyakan lagi padanya. "Kang, dengan bunga di pot ini, bagaimana saya bisa menikmatinya dengan cara yang lebih bermakna ?".
"Coba bapak lihat detail-nya. Kelopak bunga dan kuncup bunga yang belum mekar. Ketebalan, tebal dan menipis, serta lengkungan pinggiran bunganya. Begitu juga warna batang dan gradasi warna yang ada pada daun dan bunganya. Lekukan dan tarian ranting yang menjulur hingga ke ujung daun dan bunganya. Pola atau motif warna-warnanya. Lalu, proporsi mulai dari batang, ranting, daun dan bunga itu sendiri, Pak. Nikmati itu perlahan, dengan seksama, dengan hati, dan teruslah lihat satu persatu lekat-lekat. Lalu, kesan keindahan dan rasa syukur apa yang Bapak dapat ?"
Jleb lagi. Saya kehilangan kata-kata untuk menjawab pertanyaanya. Saya hanya senyum malu, kagum, dan mengangguk-angguk saja. Ia telah menyampaikan sebuah keindahan dan kebenaran, dan sungguh saya rasakan, dan bermakna.
Beberapa bulan kemudian, saya sendiri balik lagi ke sana. Saya ingin beli satu dua bunga untuk disimpan di taman kecil di belakang rumah. Namun, Akang pedagang bunga dan tanaman itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Entah ia sudah pindah, atau mungkin saja ia waktu itu sebagai penjaga sementara. Tempat ia dagang pun saya tak yakin yang mana, namun di jajaran "kios" tempat dagangannya ada di sebelah kanan bila dari arah kota.
Ya, udah saya beli 2 macam bunga dari salah satu deretan penjual bunga di jalan baru itu. Namun saya tak menemukan lagi Si Akang itu yang saya butuhkan dan saya rindukan kata-katanya. Sungguh, ia seorang pedagang yang ramah, santun, ceria raut mukanya, dan begitu indah dan bermakna bagi saya pribadi kata-katanya.
Makna yang Bisa Kita Petik...