Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menegakkan Diagnostik Dokter dengan Risk Management

7 Januari 2023   22:18 Diperbarui: 7 Januari 2023   22:48 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diagnostik Dokter & Risk Management | Image : unsplash.com

Sebagai seseorang yang memiliki sedikit pengalaman bekerja di Divisi Risk Management dan berdagang produk herbal alami, saya sering bertemu dengan dokter di Rumah Sakit. Toko saya, Agung Herbal, terletak tepat di gerbang Rumah Sakit.

Ketika saya berkenalan dengan beberapa dokter pemerhati herbal medik di beberapa kota, saya belajar banyak tentang cara melindungi diri dan keluarga saya dari potensi kesalahan diagnostik dokter. Seringkali, yang saya temui adalah banyak kesalahan diagnostik pada pasien yang mengalami gejala kesulitan bernafas, seperti sesak nafas atau kesulitan bernafas.

Kesalahan diagnostik itu dinyatalan oleh dokter spesialis saat sang pasien berada di rumah sakit rujukan yang lebih besar di luar kota. Di rumah sakit besar, relatif rumah sakitnya memiliki alat perlengkapan kedokteran yang lebih canggih, dan banyaknya dokter spesialis disana. 

Meskipun saya bukan dokter, apoteker, atau pekerja di lingkungan dinas kesehatan, saya memutuskan untuk membuat sejumlah pertanyaan yang dapat melindungi hak pasien dari kemungkinan kesalahan diagnosa dokter.

Saya menggunakan kerangka berpikir ala "risk management" untuk membuat daftar pertanyaan kritis yang patut disampaikan ke dokter untuk memastikan bahwa saya mendapat pelayanan yang serius dan hati-hati dalam proses diagnosa. Ini juga untuk meminimalisasi kemungkinan dokter melakukan pemeriksaan secara asal-asalan.

Saat kita memeriksakan diri ke dokter, kita harus menanyakan sejumlah pertanyaan untuk memastikan bahwa kita memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Hal ini penting untuk dilakukan karena meskipun dokter adalah profesional, masih ada kemungkinan terjadinya kesalahan manusiawi. Terutama saat dokter akan menegakkan diagnosis suatu penyakit, tidak jarang dokter juga mengalami kesulitan karena beberapa alasan. 

Misalnya, beberapa kelainan atau penyakit yang berbeda sering menunjukkan tanda dan gejala klinis yang sama, sehingga terkadang terjadi "wrong diagnosis" (kesalahan diagnosis) atau "over diagnosis" suatu penyakit padahal orang tersebut tidak menderita penyakit tersebut.

"Kesalahan diagnosis" berarti seseorang diberikan diagnosis penyakit tertentu tetapi sebenarnya tidak pasti mengalami gangguan tersebut. Istilah dan kondisi yang hampir sama juga disebut "pitfall diagnosis", "over diagnosis", atau "misdiagnosis"."

Faktor Risiko

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi diagnosis oleh dokter, di antaranya:

1. Kehati-hatian dalam menggunakan prosedur diagnosis.
2. Ketelitian dalam memperhatikan manifestasi klinis pasien (riwayat penyakit, tanda-tanda dan gejala penyakit).
3. Kemampuan menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium.
4. Spesifitas dan sensitifitas / akurasi dari pemeriksaan laboratorium yang tidak terlalu baik.

Kesalahan diagnosis dapat mempengaruhi pasien. Ini bisa mengakibatkan kerugian bagi pasien dari segi biaya yang besar dan waktu yang lama yang tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan. 

Hal ini juga dapat menyebabkan pasien yang seharusnya tidak perlu minum obat antibiotik, namun sudah terlanjur diberi. Akibatnya bisa jadi fatal, seperti kelumpuhan, kerusakan pada sistem saraf dan organ, bahkan hingga menyebabkan kematian dan tuntutan hukum.

Data di Group Clinic Jakarta menunjukkan bahwa kesalahan diagnosis sering terjadi pada pasien yang menderita asma, alergi, dan hipersensitifitas saluran cerna. 

Data menunjukkan bahwa hampir 90% kasus over diagnosis terjadi pada pasien dengan kondisi tersebut. Alergi dapat mengganggu seluruh sistem tubuh dan memiliki banyak manifestasi klinis yang terkadang menyerupai berbagai penyakit lain.

Untuk menghindari "pengobatan yang tidak rasional" yang mungkin terjadi, beberapa pertanyaan yang dapat diajukan kepada dokter diharapkan dapat membantu kedua belah pihak. 

Diantaranya dokter memiliki kompetensi yang memadai, dan pasien memahami keluhan kesehatannya dan penyakit yang dideritanya. Selain itu, dokter pun diharapkan dapat menangani pasien dengan tepat, misalnya dengan memperhatikan perkembangan ilmu terkini.

Bersikaplah Kritis & Aktiflah Bertanya

Untuk meminimalisir kerugian atau kesalahan diagnosis dokter, pertanyaan-pertanyaan berikut bisa kita tanyakan:

1. Apa diagnosis dokter mengenai keluhan kesehatan atau penyakit ini?
2. Apa istilah medis untuk keluhan kesehatan atau penyakit ini (agar mudah mencari informasi tentang penyakit)?
3. Apa yang terjadi dengan keluhan atau penyakit ini?
4. Apakah fungsi organ terpengaruh berlebih atau berkurang?
5. Apa masalah sebenarnya yang dihadapi?
6. Apa penyebabnya?
7. Tindakan medis apa yang akan dilakukan?
8. Apakah ada alternatif lain?
9. Apa risiko terburuk yang mungkin terjadi selama pengobatan?
10. Apa yang harus saya lakukan dan mengapa harus demikian?
11. Kapan harus cemas, harus kontrol, dan harus rawat inap?
12. Pola hidup dan pantangan apa yang harus saya jalani setelah berobat?
13. Bila saya membutuhkan pendapat kedua, kemana saya harus bertanya?

Bila dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium, tanyakan:
14. Apa tujuan pemeriksaan lab ini?
15. Mengapa saya membutuhkannya dan manfaat apa yang bisa diperoleh?
16. Apa risikonya jika saya tidak melakukan pemeriksaan ini?
17. Apakah ada alternatif lain?
18. Berapa biaya pemeriksaan ini?
19. Apakah pemeriksaan ini cukup akurat?
20. Jika hasilnya positif, apakah saya pasti sakit?
21. Jika hasilnya negatif, apakah pasti tidak sakit?

Jika diagnosis meragukan, sebaiknya minta pendapat kedua atau second opinion dari dokter ahli lain. Kesalahan diagnosis sering menyebabkan kesalahan terapi dan pengobatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun