Tabiat buruk utang itu sungguh mengerikan. Baik dampaknya di dunia, apalagi di akhirat. Dalam banyak kasus, banyak orang yang berani berutang dalam berwirausaha, dan di awal-awal nampak ada "kemajuan". Dari sini, utang itu bisa bikin kecanduan, terus berutang lagi untuk modal usaha, Â dan akhirnya orang tidak bisa lepas dari lilitan utang.
Tak mengherankan bila orang yang berutang, jumlah nominalnya akan terus bertambah. Pihak perbankan, seringkali suka "berbaik hati" untuk memberikan utang yang lebih besar lagi, karena pengutang dianggap berprestasi membayarkan kewajibannya. Celakanya, di sebagian kalangan pengusaha, banyaknya utang diasosiasikan bisa menambah "gengsi" dan "status" ia berutang.
Namun yang jelas, utang itu akan menambah beban psikologis dan bertambahnya beban hidup. Akibat ikutannya akan banyak dan beranak pinak. Ia akan semakin bekerja keras dan banting tulang, hanya untuk hidup dibawah bayang-bayang tekanan utang. Masa depan tak lagi cerah dan tak seindah yang terlihat sebelumnya. Ia akan gelisah pada malam hari, dan terhina pada siang hari.
Di fase ini, para pengutang akan hilang atau sulit untuk fokus. Kehidupannya akan semakin terpuruk. Opsi atau alternatif jalan keluarnya, dirasakan sulit. Ia kini merasa menghadapi jalan buntu. Akhirnya, ia para pengutang mulai suka bohong, mudah berdusta, atau berdusta kalau bicara. Juga suka ingkar ketika berjanji. Keluarganya pun tak lagi harmonis, karena kemesraan dalam keluarga sudah hilang dan tiada lagi terasa.
Tak heran, di level akut, banyak pengutang yang berbuat kriminal, terjerumus ke dosa besar dan syirik, atau malah mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Naudzubillah min dzaalik.Â
Tabiat Buruk Utang Di Akhirat
Adapun tabiat buruk utang di akhirat jauh lebih mengerikan. Bila ia meninggal dalam kondisi berutang, maka ia akan melunasinya dengan kebaikannya. Jika urusan di duniannya masih bergangtung, maka jiwanya pun masih bergantung.
"Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri" (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah Saw sendiri enggan mensholati orang yang punya utang. Sebagian ulama mengatakan orang yang berutang tidak mendapatkan syafaat Rasulullah, dan ruhnya akan tergadai. Amal perbuatan baiknya, habis untuk membayar utang. Bila amalnya kurang atau tidak ada, maka dosa yang memberi utang akan ditimpukan ke pengutang. Lebih mengerikan lagi, orang yang punya utang tidak akan masuk surga walaupun mati sahid.
"Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang" (HR. Muslim)
Ingatlah pesan Umar bin Abdul Aziz. "Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya utang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup."