* Merah itu untuk Siaga Satu, bahaya, level informasinya Dark Star, dan urgensinya : Severe.
Dengan 4 kategori level peringatan dini ini, kita bisa mengantipasi cukup akurat. Seandainya, kita punya 11 indikator keberhasilan, dan masing-masing indikator itu ditampilkan dalam bentuk 4 warna, maka kita bisa melihat separah apa kondisi organisasi ini kita pimpin.
Dari 4 level kesiapsiagaan ini, tentu saja kita berharap efek peringatan dini ini dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan kesadaran, pemahaman dan perhatian yang lebih besar terhadap risiko dan kerugian. Tentu, dengan pola kerja yang sistemik dan koordinatif.
Itu prinsipnya. Namun, saat sistem peringatan dini tidak dijalankan, siap-siap saja kecolongan  ! Dan benar saja, bukannya masalahnya itu yang segera diatasi, malah ini jadi bingung sendiri, hanya kerena tidak diberlakukannya sistem peringatan dini yang memadai. Kalau udah begini, gara-gara tidak pernah melatih kesiap-siagaan, pas ada "bencana" rasanya semua jadi kelabakan.
Ya, semua itu antara lain karena saluran komunikasi tidak dibuka lebar-lebar. Akhirnya jadi bola liar. Curhatan demi curhatan mengalir ke WA saya, bukan ke pimpinannya. Plus penilaian dan laporan rutin yang tidak dijalankan dengan konsisten. Saya sangat meyakini : Semuanya baik-baik saja, adalah ketidakbaikan. Eveything is okay, itu sebenarnya tidak benar-benar Ok !
Intinya, saat pimpinan tidak jadi panutan, dan pimpinan yang menjadi simbol organisasi tak jalan, siap-siaplah gosip ini-itu berkeluyuran. Gerak-gerik yang tak sedap, akan meruntuhkan reputasi dan kredibilitas pimpinan itu. Sebaliknya, saat pimpinan mampu jadi panutan - yang layak diteladani, maka perhatian dan kerja pimpinan jadi ringan. Fokus pada "sukses itu ada pada eksekusi dan detail" jadi gampang !
Lalu, terpaksa saya tutup semua yang curhat itu. Masa semua curhat ke saya, dan ini tak baik. Lalu fungsi pimpinan dimana ? Akhirnya, saya terpaksa mengalah : "Ok, besok kita meeting lengkap, ya. Pukul 08.03 !
Nyaris sering saya dapatkan, orang-orang yang punya sikap tak baik dan terbukti "unproffesional conduct", nyaris seperti enemy of the state. Orang-orang Human Capital Dept sering bilang sebagai "Apel busuk". Yaitu apel yang bisa membawa apel-apel lain dalam satu keranjang ikut terbawa busuk. Jadi kalau ada orang yang berperilaku tidak professonal, alias unproffesional conduct, maka itu seperti berada diantara apel busuk dan enemy of the state. Hati-hati, sikap negatif itu mudah menular.
Tak dapat menyembunyikan kekesalan, saat itu juga saya sampaikan :
"Ini memalukan. Saya tak happy. Pagi-pagi saya akan datang. Saya harus tahu apa yang akan dieksekusi. Saya tak mau ada apel busuk di keranjang buah kita. Kepercayaan itu melahirkan kepercayaan. Komitmen itu harga mati. Jangan merasionalisasi dan berdalih. Saya tak suka orang yang banyak kata dan multi-face. Kemarin begitu, sekarang begini. Tak konsisten dalam memegang prinsip. Ini malah membungkus kata-kata indah kemana-mana dan mengaburkan jejak  "unprofessional conduct"-nya, namun tak jelas motif dan kontribusinya !"
Saya tegaskan lagi soal sikap baik dan produktifitas, itu segalanya. Bila sikapnya baik dan produktfivitasnya baik, maka pertahankan, kasih job enrichment, dan promosikan. Bila produktivitasnya kurang baik, namun sikapnya baik, maka kasih training dan kasih coaching. Orang seperti ini bisa di-upgrade dan mudah diubah.