Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wow, Si Cantik Ini Jadi "Penyapu Ranjau"!

24 September 2021   15:00 Diperbarui: 25 September 2021   15:24 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, untuk sebuah keperluan saya terpaksa harus pergi ke bank. Di pintu masuk, seorang security menyapa setelah pintu kaca otomatis terbuka dengan sendirinya 1,5 meter sebelum saya menyentuh pintu itu. 

Security muda ini tersenyum tulus dan hangat manyambut saya. Saya tahu senyumnya karena sorot mata diatas masker yang digunakannya itu bergerak mengikuti gerakan bibirnya.

"Selamat Pagi Pak, semoga Bapak sehat sejahtera hari ini. Mohon maaf Pak, ada yang bisa saya bantu".

Lalu saya sampaikan maksud keperluan saya disana. Ia pun menjawab dengan santun dan tetap sambil senyum. "Silakan, mohon tunggu ya Pak".

Dengan sigap ia pun memijit mesin antrian yang disimpan 2 meter setelah pintu, dan ternyata kertas cetak antriannya habis. Cepat-cepat ia pun menghampiri saya lagi. "Mohon maaf ya Pak, mesin cetak antriannya habis kertasnya. Mohon kiranya bapak berkenan menunggu 3 menit untuk saya gantikan kertasnya terlebih dahulu ya pak.."

Saya mengangguk, dan cari tempat duduk yang nyaman. Beberapa orang pun datang setelah saya. Satu security lain datang membantu menyapa nasabah-nasabah baru yang datang, sementara security muda mengganti kertas mesin antriannya. Kompak nian mereka bekerja.

Penasaran dengan janjinya 3 menit, saya perhatikan benar kerja security muda sigap kebelakang meja layanan dan kembali membawa sesuatu. Kertas di mesin antrian pun, dapat tergantikan kurang dari 3 menit !

Saat saya mau mendatangi boks yang berisi 9 charger port, security muda itu memberikan kertas antrian saya No. B-60 dan membagikan kertas-kertas antrian lain ke nasabah-nasabah lainnya. Saya tak tahu apa itu artinya B-60, yang pasti di depan papan elektronik depan meja layanan ada kategori : A, B, C, D, E dan F.

Dalam hitungan detik setelah duduk di tempat semula, seorang front officer cantik menyapa saya dengan santun. Ia orang yang baru keluar dari dalam kantor, sementara 2 orang petugas customer service lain di mejanya tengah sibuk melayani nasabah lainnya. 

Wajah front officer untuk tugas khusus ini tertutup masker dan face shield. Sepertinya ia sengaja ditugaskan keluar kantor untuk menyapu semua "ranjau". Ia menanyakan keperluan spesifik saya. 

Lalu ia membantu saya membawa saya pada mesin seperti ATM : CS Digital namanya. KTP saya ditempel di mesin itu, dan ternyata data saya belum link dengan data Dukcapil Kemendagri. Saya pun dipersilahkan duduk kembali dan menunggu antrian B-60 dari antrian B-54 yang sudah dipanggil.

Front Officer cantik ini pun, lalu sibuk berkeliling. Didadanya ada nama  lengkap dan dia mendekap papan kecil clipboard. Saya pun mengamati dengan seksama betapa bagusnya layanan pegawai-pegawai bank ini. 

Beberapa nasabah dari berbagai kursi oleh Si Cantik ini dikumpulkan di satu sudut ruang. Lalu, ia pun menyampaikan layanan dengan sigap dan bahasa tubuh yang antusias dan semangat kepada nasabah-nasabah itu. 

Rupayanya, si cantik ini tengah mengumpulkan nasabah-nasabah dengan keperluan yang sama dengan posisi melingkar, persis diskusi kelompok atau Focus Discusion Grup (FGD) bila dilihat dari jauh.

Wuih, bagus ini. Ada "penyapu ranjau" di antrian nasabah. Saya katakan "penyapu ranjau" karena orang sekarang itu cenderung tak sabar saat menunggu dan antri panjang. 

Si Cantik ini menyapu orang-orang yang berpotensi kesal menunggu dengan solusi nyata, sederhana, efektif, dan empatik. Bagi saya, customer atau nasabah yang kesal bila tidak dapat dilayani dengan baik, apik dan solutif, itu pasti jadi ranjau yang bisa "meledak" setiap saat.

Akhirnya nomor saya B-60 dipanggil. Bagi saya ini jadi momen penyempurna layanan di bank itu. Disana layanannya pun sama : ramah, santun, sigap, cepat, dan banyak berhamburan ucapan "MaMa TeSi Mohon ToMatnya". Kata "Mari, maaf, terimakasih, silakan, mohon, tolong dan selamat" sejak awal hingga akhir layanan, terus berhamburan. Sebuah adi layanan yang mengsankan.

Sayang, semua itu jadi kontras. Saat saya datang ke bank lain. Saya harus menunggu lebih dari 15 menit, tanpa kepastian berapa lama lagi saya harus menuggu lagi. 

Padahal disana hanya ada 2 nasabah, satu security, dan 2 front officer. Petugas bank lain pun datang, namun dia tak terlatih menyelesaikan masalah saya. Pimpinan bagian yang saya tuju sedang keluar, wakilnya juga sedang keluar. Kepala cabang sedang juga keluar.

Gila, ini orang-orang kunci dan senior di bank ini tak satupun bisa menyelesaikan keperluan saya ? Mengapa bank ini bergantung ke orang dan tidak bergantung pada sistem ? Kemana nih Manager on Duty-nya ? Ini cabang berjalan autopilot ? Koq Remote Working-nya ngak jalan ?

Yang jelas, masalah saya tak bisa diselesaikan dan diputuskan saat itu. Saya hanya tersenyum kecut-kecut manis, dan berguman dalam hati : "Pantesan bank ini sepi...". Hadeuh !

Benar ternyata penilaian saya selama ini, bahwa customer service itu harus jadi sebuah budaya yang melekat di setiap dada dan kepala karyawan. Mulai dari office boy, hingga dirut. Customer service harus jadi sebuah budaya kerja yang dimulai dari mindset, dibangun dengan kepemimpinan yang kuat, dan dikunci dengan system yang kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun