Di sebuah kota di mana angin selalu berhembus dingin, dan sinar matahari tidak terlalu terasa panas. Aku sedang menikmati kopi ku, dengan roko dan gorengan yang sudah aku beli dari warung Bu lurah.
Sore itu seperti biasa cuacanya dingin dengan sedikit rasa hangat dari sinar matahari yang mulia tenggelam. Aku teringat sebuah kisah tentang sebuah rumah tua yang sudah kosong sejak lama, rumah yang menyimpan misteri, kenangan, dan banyak hal menakjubkan di dalamnya. Aku tenggelam ke masa itu, masa di mana rumah tua itu belum dipenuhi dengan misteri, kenangan, dah hal menakjubkan.
Pagi itu di mana rumah tua belum terlihat tua, aku di bangunkan oleh suara wanita yang terus berteriak memaksaku untuk bangun dan bersiap pergi sekolah, ya kalian benar, suara itu berasal dari ibuku, suara yang tidak akan berhenti samapi aku bangun. Pagi hari selalu ramai, di teras ada seorang laki-laki dewasa yang tengah sibuk memanaskan motor tuanya yang berisik, suara burung beo ikut meramaikan pagi itu seakan sedang berharmoni dengan suara ibuku dan motor tua yang berisik.
Pagi pada masa itu selalu menyenangkan, pada masa di mana rumah tua itu belum menyimpan misteri, kenangan, dan hal menakjubkan di dalamnya. mulain dari suara yang berisik, cuaca yang dingin, dan orang-orang yang tengah sibuk menyiram tanaman sambil bercerita tentang pasangannya di malam hari.
Di sebuah kota di mana angin selalu berhembus dingin, dan sinar matahari tidak terlalu terasa panas.di rumah tua yang sudah kosong sejak lama, rumah yang menyimpan misteri, kenangan, dan banyak hal menakjubkan di dalamnya. Aku juga teringat kembali akan sebuah cerita, tentang sebuah obrolan hangat di malam hari, di mana rumah tua itu belum terlihat tua.
"Mah mengapa ya orang miskin juga kalau pas bulan puasa makanannya banyak," ibuku tersenyum mendengar pertanyaan dari anaknya itu "nak kamu tahu kan tuhan itu sangat baik?" Aku mengangguk saja tanda setuju dengan hal itu "nak mengapa orang miskin bisa punya banyak makan pas bulan puasa, itu karena kebaikan Tuhan nak," lanjutnya, aku pun mengangguk tanda mengerti.
"Makanannya belajar yang rajin biar jadi orang kaya," suara itu keluar dari mulut seorang pria dewasa yang sedang menikmati kopi dan bersantai di depan tv, aku langsung menghampirinya sambil bilang, "aku ga mau jadi kaya pa, kan bapa tahu sendiri aku maunya jadi Ultraman bukan jadi kaya," Semua orang tertawa meliah tingkahku.
Malam itu begitu hangan banyak hal-hal lucu terjadi, mulai dari tingkah polos ku yang selalu saja menanyakan hal-hal aneh seperti, apakah jerapah memakan bambu sampai lehernya panjang? ditambah keromantisan dua orang dewasa yang menimbulkan suasana hangan di dalam rumah. Masa di mana rumah tua itu belum terlihaat tua memang menyenangkan.
Di sebuah kota di mana angin selalu berhembus dingin, dan sinar matahari tidak terlalu terasa panas. Kisah tentang rumah tua itu terus menggerogoti ku, sampai aku lupa dengan kopi dan gorengan ku yang hampiri dingin. Kisah tentang rumah tua itu memang sangat menyenangkan, tetapi sayang menteri sudah di telan malam, dan udara dingin mulai mencekam, itu artinya aku harus mulai keluar dari kisah di kepalaku, karena sebentar lagi teman-teman ku mungkin datang untuk ngopi di teras rumah tua ku sambil ngobrolin tentang negara dan cinta.
Mereka memang selalu datang ke rumah tua ku ketika matahari sudah di telan oleh gelap dan udara dingin mulai mencekam. Aku selalu antusias ketika mereka datang, karena mereka pasti membawa roko dan aku sudah siap dengan kopi hangatku sebagai balasannya. Namanya bunhok dan subur, mereka selalu saja datang membawa banya cerita tentang sudut pandangnya akan konspirasi yang terjadi di negeri ini, mulai dari pemuka agama sebagai kacung negara, terus tentang virus yang sengaja di sebarkan untuk menguasai ekonomi dunia, dan banyak lagi hal gila yang terlihat keren yang mereka bawa.
Tetapi ternyata obrolan malam kita yang panas tidak cukup mampu untuk membuat cuaca menjadi hangat, udara yang makin malam makin dingi ini memaksa untuk mengakhiri obrolan malam ini, subur mulai mengaja untuk beranjak mengakhiri obrolam malam kita, ya mau bagaimana lagi cuaca di kota di mana angin selalu berhembus dingin dan sinar matahari tidak terasa terlalu panas, sudah mulai sangat dingin dan kita harus mengakhiri obrolan panjang ini.
Mereka pergi tetapi malam belum berganti, di tengah udara malam yang mencekam, di antara suara-suara hewean malam yang menambah kesan kesedihan, aku sekali lagi di bawanya hanyut dalam kenangan di rumah tua yang menyimpan misteri, kenangan, dan banyak hal yang menakjubka. Di suguhkanya tentang kenangan lain di mana rumah tua belum terlihat tua. "Mah, kapan bapa pilang?" tanya ku di malam hari yang sepi hanya ada aku dan ibu. Sambil mengusap kepalaku yang sedang terbaring di pangkuannya ibu menjawab "sabar nak bapa kan lagi kerja keluar kota, lagi cari duit buat kita jalan-jalan nanti," aku cuma diam saja sambil mengingat kata-kata bapa yang bilang "bapa janji nanti pulang".
Tiga hari kemudian aku mendengar kabar kalau bapa sudah pulang, dengan senangnya aku berlari mendengar kabar itu, aku berlari menuju rumah dengan bahagia berharap dapat oleh-oleh mainan ultraman cosmos. Aku sampai di rumah, tetapi mengapa semua orang bersedih? tanyaku dalam hati. Ah... bodo amat lah, aku langsung bergegas masuk untuk melepas rindu. Ibu memeluk dengan erat, tetapi aku langsung menepisanya " apa sih bu, aku mau bertemu bapa dahulu," aku masuk lagi dan melihat bapa sedang tertiduru dengan kulit yang berbeda, dia itu hitamkan mengapa jadi putih? Tanya ku dalam hati. Dengan perasaan yang masih bahagi aku langsung menghampirinya untuk meminta oleh-oleh yang mungkin bapa bawa dari luar kota. tetapi sialnya, belum sempat bapa memberikan oleh-olehnya warga desa malah membawanya pergi lagi, aku benar-benar marah.
Di sebuah kota di mana angin selalu berhembus dingin, dan sinar matahari tidak terlalu terasa panas. Aku baru terbangun di siang hari, mungkin tanpa aku sadari aku tertidur ketika semalam sedang tenggelam di dalam kenangan di rumah tua. Memang sialan kenangan tentang rumah tua itu selalu sukses membua aku tertidur di tengah dinginnya cuaca di malam hari. Kisah tentang sebuah rumah tua yang sudah kosong sejak lama, rumah yang menyimpan misteri, kenangan, dan banyak hal menakjubkan di dalamnya.
Ah.. sudahlah ,aku sudah telat, hari ini ada kantor yang sedang menunggu surat lamaran kerjaku, kasian dia kalau harus menunggu terlalu lama, aku harus pergi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H