Mohon tunggu...
Agung Hermanus Riwu
Agung Hermanus Riwu Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik

Guru SMP Katolik Giovanni Kupang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pertemuan Yang Menginspirasi : Belajar Menuntun Seperti Gembala

2 Juli 2024   18:00 Diperbarui: 2 Juli 2024   19:47 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi apakah itu berarti tugas gembala sudah selesai ? Tidak, dia tetap berada di tengah kawanan yang sedang merumput. Biasanya, sang gembala duduk di atas batu atau menaiki punggung salah satu kawanan untuk berseruling menghibur sekaligus memantau apakah semua baik adanya.  

Tuntunan guru sebagai gembala bukan untuk menentukan masa depan anak, melainkan memberi rasa aman bagi anak untuk menemukan jalan hidupnya sendiri. Guru bukan jalan, tetapi penunjuk jalan. Dan guru harus memastikan bahwa sekolah sebagai padang yang hijau, aman bagi anak untuk menuntut ilmu dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan.

Sebagai pemberi teladan, guru harus menunjukan sikap keseharian hidup yang mencerminkan karakter berbudaya dan mengedepankan nilai-nilai pancasila. Karena keteladanan guru akan diingat oleh anak-anak. Sebagai pemberi inspirasi, guru harus mampu membangun cipta, rasa, karsa dan pekerti anak-anak lewat karya pelayanan yang mengagumkan. Dan, guru sebagai pendorong, tuntunlah anak-anak untuk mengenal dan membangun kekuatan potensi dirinya agar menjadi pribadi yang mandiri dan bermartabat.

Kedua, Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang "Menghamba Pada Murid." Ketika mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, ada petikan kalimat yang menjadi inspirasi dalam proses pendidikan dan pengajaran di sana yaitu, "Bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun berhamba pada sang anak". 

Menghamba pada anak dimaknai sebagai rasa penghargaan guru terhadap murid yang merupakan manusia yang memiliki kodrat bawaan dari sang pencipta dan juga terlahir dari zaman yang dinamis.

Seorang guru harus memiliki rasa hormat untuk memuliakan anak dalam setiap kelebihan dan kekurangannya, sehingga tumbuh perasaan senang dan bahagia dalam diri mereka.

Anak bukan kertas kosong yang bisa digambar, ditulis atau dicoret sesuai keinginan guru. Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar. Tujuan guru adalah menuntun anak untuk menebalkan garis kekuatan yang masih samar menjadi terang dan bercahaya, terang di dalam keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terang dalam keilmuan serta keterampilan, dan terang dalam cinta kasihnya terhadap sesama, yang menjadikan mereka sebagai manusia yang seutuhnya.

Oleh karena itu, setiap guru harus mengetahui secara detail kekuarangan dan kelebihan yang dimiliki anak-anak serta mampu memahami dan memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Sebagai Pamong, guru terpanggil untuk menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang. Mereka tidak mencari prestasi tetapi pengakuan. Mereka tidak membutuhkan prestise tapi kasih sayang. 

Menghamba pada anak adalah memberi diri kita untuk anak. Guru ada untuk anak, bukan sebaliknya. Sama seperti Sang gembala yang tetap terjaga ketika kawanan sedang tidur di malam hari. Terkadang dia menjadikan tubuhnya sebagai pintu kandang untuk memastikan, tidak ada satu pun kawanan meninggalkan kandang. Bahkan jika ada satu kawanan yang keluar atau hilang, dia akan mencarinya sampai dapat. 

Ketiga, Kebudayaan Bagian Tak terpisahkan dari Pendidikan. Salah satu konsep Ki Hajar Dewantara yang penting adalah pendidikan menjadi tempat persemaian benih-benih kebudayaan masyarakat. Paradigma pendidikan yang hanya mengedepankan ilmu pengetahuan di atas segala-segalanya harus segera diubah, karena kebudayaan harus mendapat tempat yang proporsional dalam menajamkan adab seperti kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti.

Itu artinya, Pendidikan harus menjadi rumah yang memelihara kebudayaan bangsa yang beragam. Sebagaimana dikatakannya, Bercoraklah kebudayaan dan kebangsaan serta tidak memihak golongan, pendidikan yang tidak bersumber dari satu agama tertentu, tetapi pendidikan yang merdeka, humanis, dan universal yang bisa merangkul semua unsur agama, keyakinan, golongan, suku dan ras. Ki Hajar Dewantara meyakini bahwa kebudayaan bangsa yang beragam, banyak terkandung nilai-nilai kehidupan yang harus terus menerus dihidupi dalam pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun