4. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
5. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
6. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama - lamanya;
7. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaia kembali aktiva tetap.
8. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat tegurang yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko;
9. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan Analisis Risiko; atau
10. Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan atau telah mengkreditkan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6e) Undang - Undang Pajak pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Kriteria – kriteria tersebut merupakan bagian integral dari proses pemeriksaan dan menjadi panduan bagi pihak Direktur Jenderal Pajak dalam menilai apakah entitas atau individu telah mematuhi aturan perpajakan yang berlaku. Kriteria-kriteria tersebut dirancang untuk memastikan bahwa semua aspek perpajakan dipertimbangkan dengan cermat, sehingga meminimalkan risiko pelanggaran peraturan pajak dan memastikan keadilan dalam sistem perpajakan.
Dalam pelaksanaan perpajakan internasional, setiap negara tentu dapat dan berhak melakukan asesmen atas kepatuhan wajib pajaknya. Asesmen tersebut dapat berupa pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berikut adalah hubungan kriteria yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 dan kaitannya dengan kepatuhan perpajakan internasional serta mekanisme pemeriksaan pajak:
1. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang - Undang KUP
Kelebihan pembayaran pajak dapat saja terjadi, khususnya apabila terdapat kesalahan perhitungan kewajiban pajak. Atas transaksi - transaksi yang terjadi, tidak menutup kemungkinan bahwa transaksi yang berhubungan dengan transaksi lintas batas antar - negara atau transaksi internasional yang mengandung aspek perpajakan internasional menjadi objek dalam pemeriksaan pajak. Dalam konteks pengajuan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, mekanisme pemeriksaan pajak tentu relevan dikarenakan Direktur Jenderal Pajak perlu mengecek kebenaran atas kelebihan pembayaran pajak yang diajukan untuk dilakukan pengembalian, khususnya transaksi yang berkaitan dengan pembayaran transaksi internasional. Mengenai teknis tentang Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2011 Tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.