Dalam pemikiran Hans-Georg Gadamer, hermeunetika bukan hanya sebuah pendekatan untuk memahami teks sastra, melainkan juga sebuah metode yang berlaku dalam berbagai konteks, termasuk pemahaman hukum, sejarah, dan bahkan dalam perjanjian pajak berganda. Prinsip - prinsip dasar hermeunetika Gadamer sangat relevan dalam konteks interpretasi perjanjian pajak. Salah satu prinsip dasar hermeunetika Gadamer adalah gagasan bahwa pemahaman seseorang pada saat ini adalah hasil dari akumulasi penggabungan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya di masa lalu.
Gadamer berpendapat bahwa cakrawala seseorang pada saat ini tidak dapat dibentuk atau terbentuk tanpa adanya pengaruh cakrawala masa lalu. Hal tersebut mengacu pada gagasan bahwa kita membawa sejarah kita sendiri dalam pemahaman kita saat ini. Dalam konteks perjanjian pajak, hal ini memberikan arti bahwa pemahaman perjanjian pajak saat ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah perpajakan dan pengalaman pajak yang telah ada sebelumnya dalam kedua negara yang terlibat dalam perjanjian pajak. Sejarah kebijakan pajak dan pengalaman masa lalu dengan perjanjian pajak adalah unsur yang penting dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda saat ini.Â
Selain itu, prinsip hermeneutika Gadamer yang sangat penting adalah prasangka atau ekspektasi awal. Prasangka adalah pemahaman awal atau ekspektasi yang kita bawa saat kita mendekati teks atau objek yang akan diinterpretasikan. Dalam konteks perjanjian pajak, negara-negara yang terlibat dalam perjanjian membawa prasangka tertentu tentang bagaimana perjanjian tersebut akan memengaruhi pajak mereka. Prasangka ini membentuk sudut pandang awal yang perlu dipertimbangkan saat menginterpretasikan perjanjian pajak. Prasangka ini juga mencerminkan ekspektasi tentang bagaimana perjanjian akan dijalankan.
Prasangka ini memainkan peran penting dalam interpretasi perjanjian pajak. Misalnya jika negara A melakukan perjanjian dengan memiliki prasangka bahwa perjanjian tersebut akan memberikan insentif untuk investasi asing, maka negara A lebih cenderung menafsirkan perjanjian dengan cara yang mendukung ekspektasi tersebut. Di sisi lain, negara B mungkin memiliki prasangka yang berbeda, seperti perjanjian tersebut akan memberikan perlindungan terhadap penghindaran pajak. Prasangka ini adalah landasan awal yang perlu dipertimbangkan dalam interpretasi perjanjian. Pentingnya prasangka adalah bahwa prasangka ini juga memengaruhi bagaimana negara - negara melihat perjanjian dalam konteks waktu saat ini. Prasangka memungkinkan negara - negara melihat perjanjian dalam konteks waktu saat ini. Prasangka  memungkinkan negara - negara untuk membentuk harapan mereka tentang bagaimana perjanjian akan memengaruhi pajak mereka saat ini. Hal tersebut juga mencerminkan kesadaran masa kini, yang merupakan elemen kunci dalam hermeneutika Gadamer.
Kesadaran masa kini adalah pemahaman tentang bagaimana perjanjian akan memengaruhi kebijakan perpajakan saat ini. Negara - negara harus mempertimbangkan ekspektasi dan prasangka mereka saat ini dalam menginterpretasikan perjanjian pajak internasional. Misalnya negara A mungkin melihat perjanjian pajak tertentu sebagai alat untuk meningkatkan nilai investasi asing, adapun negara B mungkin lebih fokus pada perlindungan pajak. Kesadaran masa kini adalah pemahaman tentang bagaimana perjanjian akan berdampak pada realitas perpajakan saat ini. Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, penting untuk memahami bagaimana kesadaran masa kini negara - negara yang terlibat dalam perjanjian memengaruhi interpretasi mereka. Pemahaman yang mendalam tentang kesadaran masa kini dapat membantu dalam mencegah konflik interpretasi dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang perjanjian pajak.
Dalam perjanjian penghindaran pajak berganda, penerapan prinsip - prinsip hermeneutika Gadamer memainkan peran yang sangat penting dalam memastikan interpretasi yang akurat dan berkelanjutan. Prinsip - prinsip tersebut dapat diterapkan secara konkret dalam menginterpretasikan perjanjian pajak. Salah satu aspek utama dalam penerapan hermeneutika Gadamer dalam perjanjian penghindaran pajak berganda adalah pengaruh masa lalu dalam pemahaman perjanjian. Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, kedua negara yang terlibat membawa dengan mereka sejarah perpajakan dan pengalaman pajak masa lalu. Mereka juga membawa sejarah hubungan pajak bilateral yang dapat mememngaruhi cara mereka melihat perjanjian ini. Misalnya negara A dan negara B mungkin telah memiliki perjanjian pajak sebelumnya yang memengaruhi cara mereka melihat perjanjian pajak berganda saat ini. Mereka juga mungkin telah menghadapi isu perpajakan tertentu dalam sejarah mereka yang memengaruhi interpretasi mereka tentang perjajian pajak berganda. Dalam konteks ini, pengaruh masa lalu adalah faktor yang sangat penting dalam memahami perjanjian pajak berganda.
Pengaruh masa lalu juga mencakup evousi peraturan perpajakan di kedua negara. Perubahan dalam hukum perpajakan, perubahann dalam praktik perpajakan, dan pengalaman masa lalu dengan ketidakpatuhan pajak dapat memengaruhi bagaimana negara-negara melihat perjanjian ini. Hermeneutika Gadamer memberikan pemahaman bahwa kita tidak dapat memahami perjanjian ini tanpa mempertimbangkan pengaruh masa lalu. Selain itu, ekspektasi awal juga memainkan peran penting dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda. Negara - negara yang terlibat membawa ekspektasi tertentu tentang bagaimana perjanjian ini akan memengaruhi pajak mereka. Ekspektasi ini mencerminkan harapan mereka tentang hasil perjanjian. Contohnya, jika negara A menginterpretasikan perjanjian penghindaran pajak berganda pada bagian tertentu dengan ekspektasi bahwa perjanjian tersebut akan memberikan insentif untuk investasi asing, negara A mungkin akan bertendensi untuk memiliki tafsiran perjanjian yang mendukung harapan tersebut. Di sisi lain, negara B mungkin memiliki ekspektasi yang berbeda, misalnya perjanjian tersebut akan memberikan perlindungan terhadap penghindaran pajak. Ekspektasi adalah landasan awal yang perlu dipertimbangkan dalam interpretasi perjanjian pajak.
Pentingnya ekspektasi adalah bahwa harapan juga memengaruhi bagaimana negara - negara melihat perjanjian dalam konteks waktu saat ini. Prasangka memungkinkan negara - negara untuk membentuk harapan mereka tentang bagaimana perjanjian akan memengaruhi perjanjian pajak mereka saat ini. Hal ini juga mencerminkan kesadaran masa kini yang merupakan elemen kunci dalam hermeneutika Gadamer. Kesadaran masa kini adalah pemahaman tentang bagaimana perjanjian akan memengaruhi kebijakan perpajakan saat ini. Negara - negara harus mempertimbangkan ekspektasi dan prasangka mereka saat ini dalam menginterpretasikan perjanjian pajak. Kesadaran masa kini adalah pemahaman tentang bagaimana perjanjian akan berdampak pada realitas perpajakan saat ini.Â
Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, kesadaran masa kini sangat penting. Kesadaran ini mencerminkan pemahaman tentang implikasi perjanjian untuk perpajakan saat ini. Negara - negara harus memahami bagaimana perjajian ini akan memengaruhi kebijakan perpajakan mereka saat ini dan bagaimana perjanjian akan dijalankan dalam praktiknya. Kesadaran masa kini memungkinkan negara  - negara untuk memahami dampak nyata perjanjian perpajakan pada saat ini. Dalam konteks hermeneutika Gadamer, penting untuk memahami bahwa pengaruh masa lalu, prasangka, dan kesadaran masa kini tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait. Pengaruh masa lalu membentuk prasangka, dan prasangka membentuk kesadaran masa kini. Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, pengaruh masa lalu membentuk sejarah hubungan pajak antara kedua negara, yang kemudian memengaruhi prasangka mereka tentang perjanjian pajak. Prasangka ini, pada gilirannya, memengaruhi kesadaran masa kini mereka tentang bagaimana perjanjian akan memengaruhi perpajakan saat ini. Dalam hal ini, hermeneutika Gadamer memberikan pendekatan holistik yang memungkinkan negara-negara untuk memahami perjanjian dengan cara yang mempertimbangkan sejarah, prasangka, dan kesadaran masa kini. Ini adalah elemen penting dalam menjaga interpretasi yang akurat dan adil tentang perjanjian penghindaran pajak berganda.
Selain itu, hermeneutika Gadamer juga menekankan pentingnya dialog dalam intepretasi. Dalam konteks perjanjian penghindaran pajak berganda, negara - negara yang terlibat perlu melakukan dialog konstruktif untuk memahami satu sama lain. Mereka perlu berbagi pandangan, prasangka, dan kesadaran masa kini mereka tentang perjanjian ini. Dalam dialog tersebut, mereka dapat mencapai pemahaman bersama yang lebih dalam tentang perjanjian dan bagaimana teknis pelaksanaannya. Pentingnya dialog ini adalah bahwa dalam banyak kasus, negara - negara mungkin memiliki konflik interpretasi karena perbedaan horizon interpretasi. Dalam situasi seperti ini, dialog yang terbuka dan konstruktif dapat membantu mereka memahami horizon satu sama lain dan mencapai pemahaman yang lebih baik tentang perjanjian pajak berganda.
Kesadaran historis dan kesadaran masa kini merupakan elemen kunci dalam pemahaman yang mendalam dan relevan terhadap perjajian penghindaran pajak berganda dan hukum perpajakan secara umum. Kesadaran historis sebagaimana yang digagas Gadamer adalah pemahaman bahwa kita membawa sejarah kita sendiri dalam setiap aspek pemahaman kita saat ini. Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, kesadaran historis berarti bahwa setiap negara yang terlibat membawa dengan mereka pengalaman dan sejarah pajak mereka sendiri. Mereka membawa pengetahuan tentang perkembangan kebijakan perpajakan, pengalaman dengan perjanjian pajak sebelumnya, dan perubahan dalam hukum pajak. Kesadaran historis ini adalah fondasi yang tidak bisa diabaikan dalam memahami interpretasi perjanjian pajak.
Kesadaran historis juga mencakup pemahaman bahwa pengaruh masa lalu dapat berkembang dalam waktu. Artinya, sejarah perpajakan adalah dinamis dan berubah seiring waktu. Perubahan dalam hukum perpajakan, kebijakan pajak, dan perkembangan ekonomi dapat memengaruhi bagaimana negara - negara melihat perjanjian penghindaran pajak berganda. Dalam konteks hermeneutika Gadamer, hal ini mencerminkan gagasan bahwa pengaruh masa lalu terus berlanjut dan berkelanjutan dalam pemahaman saat ini. Selanjutnya, kesadaran masa kini adalah pemahaman tentang bagaimana perjanjian ini akan memengaruhi perpajakan saat ini. Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, negara - negara perlu mempertimbangkan bagaimana perjanjian ini akan memengaruhi kebijakan perpajakan mereka dalam situasi saat ini. Kesadaran masa kini adalah pemahaman tentang dampak perjanjian pada realitas perpajakan saat ini. Dalam hermeneutika Gadamer, penting untuk memahami bahwa kesadaran historis dan kesadaran masa kini tidak berdiri sendiri. Mereka saling terkait dan memengaruhi satu sama lain. Pengaruh masa lalu membetuk kesadaran historis yang pada gilirannya memengaruhi kesadaran masa kini. Hal ini menciptakan siklus pemahaman yang berkelanjutan di mana sejarah dan konteks saat ini terus membentuk satu sama lain.
Dalam interpretasi perjanjian penghindaran pajak berganda, kesadaran historis dan kesadaran masa kini sangat penting. Kesadaran historis mengajarkan kita untuk tidak mengabaikan pengaruh sejarah pajak, sementara kesadaran masa kini membantu kita memahami bagaimana perjanjian ini akan memengaruhi perpajakan saat ini. Dengan mempertimbangkan kedua aspek ini secara bersamaan, negara-negara dapat mencapai interpretasi yang lebih akurat dan relevan tentang perjanjian penghindaran pajak berganda. Selain itu, penting untuk diingat bahwa hermeneutika Gadamer juga menekankan pentingnya dialog dalam interpretasi. Dalam konteks perjanjian penghindaran pajak berganda, negara-negara perlu melakukan dialog konstruktif untuk memahami satu sama lain. Mereka perlu berbagi pandangan, prasangka, dan kesadaran masa kini mereka tentang perjanjian ini. Dalam dialog ini, mereka dapat mencapai pemahaman bersama yang lebih dalam tentang perjanjian dan bagaimana melaksanakannya.
Salah satu kontribusi utama hermeneutika Gadamer adalah penekanan pada pemahaman yang mendalam dan kontekstual. Dalam penegakan hukum perjanjian pajak, pemahaman yang mendalam tentang teks perjanjian sangat penting. Hermeneutika Gadamer mengajarkan kita untuk tidak hanya melihat teks secara harfiah, namun juga memahami konteks dan maksud di balik kata - kata tersebut.
Dalam penegakan hukum perjanjian pajak, hal tersebut memberikan arti bahwa penegak hukum harus memahami dengan komprehesif dan cermat teks perjanjian dan konteksnya. Mereka perlu memahami niat para pihak yang menandatangani perjanjian, tujuan perjanjian, dan bagaimana perjajian tersebut dimaksudkan untuk berlaku dalam praktiknya. Dengan demikian, penegakan hukum dapat menjadi lebih efektif dalam memastikan kepatuhan pajak yang benar.
Selain itu, hermeneutika Gadamer juga menekankan pentingnya pengaruh masa lalu dalam pemahaman. Dalam penegakan hukum perjanjian pajak, pengaruh masa lalu dapat membantu penegak hukum untuk memahami sejarah hubungan paak antara negara - negara yang terlibat. Mereka dapat memahami bagaimana perjanjian ini mengikuti perkembangan dari perjanjian sebelumnya atau bagaimana perubahan dalam hukum pajak memenarhi interpretasi perjanjian.
Kontribusi lain dari hermeneutika Gadamer adalah penakanan pada dialog dan pemahaman bersama. Dalam penegakan hukum perjanjian pajak, dialog antara negara - negara yang terlibat adalah kunci. Mereka perlu berbagi pandangan, prasangka, dan pemahaman mereka tentang perjanjian ini. Dalam dialog yang dilakukan, negara - negara dapat mencapai pemahaman bersama tentang bagaimana perjanjian harus dijalankan dan bagaimana perpajakan akan diterapkan.
Hermeneutikan Gadamer juga menekankan pentingnya untuk memahami bahwa pengaruh masa lalu dan dialog adalah saling terkait. Pengaruh masa lalu membentuk sejarah hubungan pajak antara negara - negara yang terlibat, yang kemudian memengaruhi prasangka dan pandangan mereka. Dalam melakukan dialog, mereka dapat mencapai pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sejarah memengaruhi interpretasi perjanjian. Penerapan hermeneutika Gadamer dalam penegakan hukum perjanjian pajak juga mencakup penekanan pada keadilan. Hermeneutika Gadamer mengajarkan untuk memahami bahwa intepretasi yang adil dan relevan harus menjadi prioritas. Dalam konteks penegakan hukum perjanjian pajak, hal ini memberikan arti bahwa penegak hukum harus memastikan bahwa interpretasi perjanjian adalah yang paling adil dan relevan untuk kedua belah pihak.Â
Keadilan dalam penegakan hukum perjanjian pajak mencakup pemahaman bahwa perjanjian harus berlaku secara adil dan konsisten. Penegak hukum harus memastikan bahwa perjanjian tidak hanya menguntungkan satu pihak sementara merugikan yang lain. Mereka perlu memastikan bahwa perjanjian tersebut menghormati hak-hak dan kewajiban masing-masing negara dengan cara yang seimbang. Pentingnya keadilan adalah bahwa penegakan hukum perjanjian pajak yang adil dapat memastikan kepatuhan yang lebih besar terhadap perjanjian. Negara-negara akan lebih cenderung untuk mematuhi perjanjian jika mereka yakin bahwa perjanjian tersebut adalah yang paling adil dan relevan. Dengan demikian, penegakan hukum dapat menjadi lebih efektif dalam memastikan kepatuhan pajak yang benar.
Peleburan fusi horizon adalah salah satu konsep kunci dalam hermeneutika Gadamer yang memiliki relevansi dalam pemahaman dan interpretasi sistem perjanjian pajak berganda. Konsep ini mengacu pada proses pemahaman dimana dua horizon  atau perspektif yang berbeda dapat bergabung untuk menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan kontekstual. Dalam konteks sistem perjajian pajak berganda, peleburan fusi horizon menunjukan bahwa ketika dua negara atau  pihak yang berbeda mencoba untuk mengintepretasikan dan menerapkan perjanjian pajak, mereka membawa masing - masing horizon atau perspektif yang unik. Horizon ini mencakup pengalaman, sejarah perpajakan, budaya hukum, dan pandangan perpajakan masing - masing negara. Dalam proses interpretasi, horizon ini pertama - tama tampaknya berbeda. Namun hermeneutika Gadamer mengajarkan bahwa perbedaan horizon bukanlah hambatan yang harus diatas atau dihilangkan, melainkan sebaliknya. Perbedaan horizon adalah elemen yang diperlukan dalam mencapai pemahaman yang mendalam. Peleburan fusi horizon mengajarkan bahwa melalui dialog dan pemahaman bersama, dua horizon yang berbeda dapat bergabung untuk menciptakan pemahaman yang lebih kaya dan relevan.
Dalam konteks perjanjian pajak berganda, peleburan fusi horizon berarti bahwa negara - negara yang terlibat harus mengakui bahwa mereka membawa horizon perpajakan yang berbeda. Mereka perlu berkomunikasi dan berdialog untuk mencapai pemahaman yang bersama tentang bagaimana perjanjian ini harus diinterpretasikan dan diterapkan. Pentingnya peleburan fusi horizon adalah bahwa dengan menggabungkan horizon yang berbeda, negara - negara dapat mencapai interpretasi perjanjian yang lebih relevan dan adil. Mereka dapat memahami bagaimana perjanjian akan memengaruhi perpajakan mereka sendiri dan perpajakan dengan negara mitra. Dalam proses ini, perbedaan horizon menjadi sumber kekayaaan dalam pemahaman pajak internasional dan perjanjian penghindaran pajak berganda internasional.
Selain itu, peleburan fusi horizon juga mencerminkan gagasan bahwa interpretasi perjanjian pajak berganda bukanlah tugas yang statis. Seiring waktu, horizon dan prespektif dapat berubah dan interpretasi perjanjian harus mengikuti perkebangan ini. Dengan demikian, konsep ini menggarisbawahi pentingnya dialog berkelanjutan dan pemahaman bersama dalam menjaga relevansi perjanjian pajak seiring waktu.Â
Dalam kesimpulannya, peleburan fusi horizon dalam sistem perjanjian pajak berganda metode Gadamer menekankan pentingnya penggabungan horizon dan perspektif yang berbeda dalam interpretasi perjanjian. Hal ini mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam, relevan, dan kontekstual. Dengan mengakui pebedaan horizon dan berkounikasi secara efektif, negara - negara dapat mencapai interpretasi perjanjian yang lebih baik dan memastikan bahwa perjanjian tersebut tetap relevan dalam perkembangan perpajakan dan ekonomi yang terus berubah.
Daftar Pustaka
Cho, Sungjoon. (2011). From Control to Communication: Science, Philosophy, and World Trade Law. Cornell International Law Journal, 44(2)
Hanif, Muh. (2017). Hermeneutika Hans-Georg Gadamer dan Signifikansinya terhadap Penafsiran Al-Qur’an. Jurnal Maghza, 2(11).
Prasetyono, Emanuel. (2022). Menggagas Fusi Horison Dalam Hermeneutika Hans Georg Gadamer Sebagai Model Saling Memahami Bagi Dialog Antarbudaya Dengan Relevansi Pada Pancasila Sebagai Landasan Dialogis Filosofis. Studia Philosophica et Theologica, 22(1), Doi: 10.35312/spet.v22i1.431
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H