Mohon tunggu...
Agung Dwi
Agung Dwi Mohon Tunggu... Editor - When the night has come

Menulis - Menyunting - Mengunggah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kawanku Seorang Teroris

24 Agustus 2018   22:18 Diperbarui: 24 Agustus 2018   22:25 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Abdulgani? Irsyad Abdulgani?" kutanyakan untuk memastikan.

Petugas di saluran telepon itu mengiyakan. Ia memberi tahu, pihak imigrasi Thailand mendeportasi Dul lantaran ia masuk tanpa dokumen resmi. Selain Dul, ada empat orang lain. Tapi, aku tak mengenali mereka semua.

Si petugas memintaku menjemput Dul minggu depan. Kutanyakan, kenapa tidak hari ini atau besok atau lusa. Kenapa selama itu.

Petugas itu tak memberikan alasan jelas. "Sudah prosedurnya begitu," jawabnya singkat. Lalu, petugas itu pun memberitahu jam dan tempat penjemputan.

***

SAAT PERTAMA kutemui di imigrasi bandara, Dul sudah berubah drastis. Ia mengenakan gamis serbaputih dan berserban. Ia juga memelihara jenggot seperti ilustrasi para wali yang terpampang di rumah-rumah di kampungku.

Aku tak menanyakan apa yang terjadi. Ia cuma diam saja. Aku juga tak menanyakan siapa yang bersama dia dan apa yang terjadi selama satu minggu di kantor imigrasi. Petugas imigrasi bandara memberitahu informasi yang sama dengan petugas di saluran telepon minggu lalu: Dul masuk Thailand tanpa dokumen resmi, karena itu dia dideportasi. Lantaran hanya kontakku yang ia punya, petugas pun meneleponku.

Kami naik bus dari bandara kemudian menyambung dengan kereta listrik. Semua mata meliriknya. Dengan pandangan aneh tentunya. Dan, sesekali mereka yang menatap itu bergerak pelan menjauhi kami. Barangkali bagi mereka, penampilan Dul sungguh asing dan mencurigakan.

Dul menginap semalam di kamarku. Tanpa bicara apa-apa. Seperti biasa, keesokan pagi, ia kembali pergi. Tanpa sesuatu yang ditinggalkan.

Masa-masa ia menghilang, sempat pula aku mendengar kabar dari seorang teman kampusnya. Katanya, Dul sempat ditangkap polisi di Yogya. "Cuma semalam, karena menusuk guru spiritualnya dari belakang. Dul bilang, gurunya itu telah menodai pacarnya. Ia geram, bawa pisau dapur, mengendap-endap, ketika gurunya sedang berdoa, ia menancapkan pisau. Anehnya, pisau itu bengkok dan gurunya tak luka sama sekali," ujar temannya itu. "Ya, karena gurunya mencabut laporan dan ada yang menjaminnya, ia cuma menginap di penjara semalam," tambahnya melengkapi. "Setelah itu, aku tak tahu dia di mana."

Hanya itu saja yang kudengar. Lalu, ia kembali muncul lagi dua tahun lalu di depan rumah indekosku. Dengan tampilan yang sangat menyedihkan, seperti gelandangan yang tak tersentuh air dan sabun berhari-hari, hanya untuk pergi lagi, seperti yang sudah-sudah. Kali ini, ia meninggalkan catatan. Semacam bahasa sandi yang tak bisa kupahami. Banyak coretan sana-sini dan kata-kata yang baru kudengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun