Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dari Nol Menuju Puncak, Berbagi Inspirasi dengan Keteguhan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mudik: Rumah Bernyawa

6 April 2024   08:11 Diperbarui: 6 April 2024   08:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mudik: Rumah Bernyawa

Jalanan lengang dihiasi rindu,
Langkah kaki tertuju pada satu tujuan.
Mudik, sebuah tradisi yang selalu dinanti,
Kembali ke rumah, tempat hati berlabuh damai.

Rumah bukan hanya bangunan semata,
Tapi jiwa yang penuh cinta dan tawa.
Kenangan indah terukir di setiap sudutnya,
Menyambut perantau dengan hangat dan bahagia.

Aroma masakan ibu yang memikat,
Canda tawa keluarga yang menggema,
Kasih sayang yang tak tergantikan,
Membuat mudik begitu dirindukan.

Rumah bernyawa, penuh cerita dan kenangan,
Tempat di mana hati menemukan kedamaian.
Mudik bukan hanya tentang perjalanan,
Tapi tentang kembali ke asal, menemukan jati diri yang hilang.

Tahun ini, mudik terasa berbeda,
Rasa rindu bercampur duka dan kecewa.
Pandemi memisahkan jarak dan waktu,
Membuat kita tak bisa bersua dengan orang-orang tercinta.

"Pulang ke Rumah Bernyawa"

Di ujung jalan yang panjang, kini kurasakan,
Rindu menusuk hati, merayapi setiap sudut sanubari.
Langit biru membentang, memeluk bumi dengan lembut,
Menyambut kepulangan langkah-langkah yang tergesa.

Rumahku, sebuah tempat di mana kenangan bernyawa,
Setiap dinding menyimpan cerita, setiap sudut penuh kehangatan.
Di sini, aku kembali menemukan irama hidup,
Di antara senyum keluarga dan tawa-tawa yang merdu.

Mudik, bukan sekadar perjalanan fisik,
Tapi perjalanan jiwa, menyapa kenangan masa lalu.
Begitu banyak cerita yang ingin kuhadiahkan,
Di meja makan bersama, di teras di bawah rembulan.

Di pelukan ibu, kurasakan ketenangan,
Di tatapan ayah, kurasakan kebanggaan.
Saudara-saudara, teman-teman lama,
Kembali bersatu, mengisi ruang hati yang hampa.

Mudik, bukan sekadar kembali ke rumah,
Tapi kembali kepada akar, kepada identitas.
Di sini, di tengah keluarga dan tanah leluhur,
Kurasakan diriku hidup, bernapas, bernyawa.

Terima kasih, rumah, tempat di mana cinta bersemi,
Tempat di mana aku kembali menemukan diriku sendiri.
Meski waktunya singkat, kenangan ini abadi,
Pulang ke rumah, pulang ke sumber kehidupan yang sejati.

Namun, kerinduan takkan pernah padam,
Doa dan harapan selalu terpanjatkan.
Semoga tahun depan, kita bisa kembali mudik,
Dan merasakan kehangatan rumah yang tak tergantikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun