Jalanan lengang dihiasi rindu,
Langkah kaki tertuju pada satu tujuan.
Mudik, sebuah tradisi yang selalu dinanti,
Kembali ke rumah, tempat hati berlabuh damai.
Rumah bukan hanya bangunan semata,
Tapi jiwa yang penuh cinta dan tawa.
Kenangan indah terukir di setiap sudutnya,
Menyambut perantau dengan hangat dan bahagia.
Aroma masakan ibu yang memikat,
Canda tawa keluarga yang menggema,
Kasih sayang yang tak tergantikan,
Membuat mudik begitu dirindukan.
Rumah bernyawa, penuh cerita dan kenangan,
Tempat di mana hati menemukan kedamaian.
Mudik bukan hanya tentang perjalanan,
Tapi tentang kembali ke asal, menemukan jati diri yang hilang.
Tahun ini, mudik terasa berbeda,
Rasa rindu bercampur duka dan kecewa.
Pandemi memisahkan jarak dan waktu,
Membuat kita tak bisa bersua dengan orang-orang tercinta.
"Pulang ke Rumah Bernyawa"
Di ujung jalan yang panjang, kini kurasakan,
Rindu menusuk hati, merayapi setiap sudut sanubari.
Langit biru membentang, memeluk bumi dengan lembut,
Menyambut kepulangan langkah-langkah yang tergesa.
Rumahku, sebuah tempat di mana kenangan bernyawa,
Setiap dinding menyimpan cerita, setiap sudut penuh kehangatan.
Di sini, aku kembali menemukan irama hidup,
Di antara senyum keluarga dan tawa-tawa yang merdu.
Mudik, bukan sekadar perjalanan fisik,
Tapi perjalanan jiwa, menyapa kenangan masa lalu.
Begitu banyak cerita yang ingin kuhadiahkan,
Di meja makan bersama, di teras di bawah rembulan.
Di pelukan ibu, kurasakan ketenangan,
Di tatapan ayah, kurasakan kebanggaan.
Saudara-saudara, teman-teman lama,
Kembali bersatu, mengisi ruang hati yang hampa.