Peluang pekerjaan tadi, akhirnya tetap kosong dalam beberapa kasus atau disesuaikan dengan SDM yang mampu mendekati harapan perekrut. Jika demikian, muncul lagi sederet pertanyaan mendasar, Mengapa ini bisa terjadi? Apakah institusi pendidikan kita gagap membaca zaman? Atau Bagaimana solusi atas persoalan ini agar segera bisa teratasi?
Ketiga, karakter. poin (7) kepemimpinan dan kemampuan mempengaruhi dan (8) kecerdasan emosional diimplementasikan lewat keteladanan atau keseharian yang ditunjukkan oleh orang tua, para pengajar, maupun lingkungan masyarakat yang menjadi tempat tinggal para peserta didik.Â
Sehingga, bagi mereka yang baru mengenyam pendidikan usia dini dan dasar tertanam kuat sikap atau prinsip hidup positif. Sementara, bagi peserta didik tingkat lanjut mulai ditanamkan kesadaran untuk bertanggungjawab baik sebagai personal maupun sosial sehingga kelak ia terbiasa menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya.
Karakter di sini, bukan hanya diarahkan semata untuk menjadi pemimpin, namun harus siap untuk dipimpin. Karena memimpin dan dipimpin adalah soal siklus kehidupan yang sewaktu-waktu bisa dialami oleh siapapun.Â
Perbedaan mendasarnya hanya soal ruang lingkup kepemimpinan yang nantinya dijalankan. Hal ini penting, menimbang Demokrasi Pancasila yang kita anut hanya bisa bergulir ketika setiap orang yang mau berbicara juga memiliki kemampuan untuk mendengar. Karena, bila semua ingin bicara, siapa yang berikutnya mengerjakannya?Â
Pada tahap ini kemampuan untuk berkolaborasi mutlak dimiliki oleh setiap pemimpin atau yang dipimpin, karena kompleksitas masalah yang dihadapi oleh negeri kita semakin nyata. Apalagi sejak pandemi corona mengemuka, kolaborasi menjadi nilai yang sama pentingnya dengan kebebasan dan kompetisi.
Di titik inilah prestasi akademik biasanya disebut sebagai hard skills, sudah semestinya berpadu harmoni dengan soft skills sebagaimana tercermin dalam kompetensi dasar dan karakter atau 9 poin dari 10 versi keterampilan masa depan yang telah dijelaskan di atas.Â
Pada dasarnya, soft skills berhubungan dengan cara seorang pribadi berinteraksi serta mengelola hubungan dengan orang lain. Mungkin yang paling penting dari cara kita menumbuhkan soft skills adalah pendekatan belajar sepanjang hayat (long life learning).Â
Setidaknya dengan terus belajar dan terus meningkatkan keterampilan, peran-peran strategis yang diemban oleh manusia tak bisa tergantikan oleh robot, kecerdasan buatan, dan sejenisnya.Â
Ini penting, jangan sampai niat awal kehadiran teknologi mempermudah/membantu manusia, malah menjadi masalah baru atau muncul pertanyaan Harari seperti dalam salah satu bagian bukunya 21 Lessons For 21 Century (2018), manusia mana yang akan terbantu dengan teknologi? Manusia kaya atau miskin? Â
Realitas dan problematika zaman yang terjadi tersebut, menjadi masukan bagi Tanoto Foundation untuk terus menyempurnakan dan menyelenggarakan program TELADAN bagi para mahasiswa di Indonesia sebagai salah satu obyek sistem pendidikan kita.