Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia memiliki banyak tantangan dalam mewujudkan produksi berkelanjutan. Bagaimana peran sertifikasi RSPO?
Sejarah perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia tercatat sudah cukup panjang. Dimulai dari era kolonial tahun 1848, budidaya kelapa sawit berlangsung dengan sangat cepat. Tidak heran jika Indonesia kemudian berhasil mencuri perhatian dunia. Apalagi dengan posisinya saat ini sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
Sebagai sektor yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan perekonomian, pemerintah Indonesia masih memiliki sejumlah PR. Salah satunya adalah untuk menciptakan proses produksi yang berkelanjutan agar di masa depan, komoditas ini tetap bertahan sebagai kebanggaan negara. Langkah tepat yang patut diambil oleh para pengusaha kelapa sawit adalah dengan mengikuti sertifikasi RSPO.
Produksi Minyak Sawit untuk Memenuhi Kebutuhan Minyak Nabati Global
Setiap tahunnya, ada sekitar 64 juta ton minyak sawit yang diproduksi di seluruh dunia. Indonesia dan Malaysia sendiri mencatatkan prestasi sebagai 2 negara dengan jumlah produksi tertinggi. Persentase produksi minyak sawit yang dihasilkan Indonesia juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Karena memiliki kontribusi besar dalam produksi minyak nabati dunia, Indonesia kerap jadi sasaran kampanye negatif. Salah satunya dengan isu pemanasan global, pembakaran hutan dan pencemaran lingkungan. Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan membuat kebijakan yang lebih tepat guna. Salah satunya adalah dengan meminta para penggiat dalam industri kelapa sawit untuk mengikuti sertifikasi RSPO.
Perlunya Inovasi di Industri Hilir
Sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia, Indonesia masih lemah di bagian downstream atau industri hilirnya. Kita masih belum mampu menghasilkan produk turunan. Dari 7.000-an paten yang ada dalam inovasi produk minyak sawit, kebanyakan pemegangnya justru adalah negara non produsen. Indonesia sendiri hanya punya 3 inovasi.Â
Masih kalah dengan Malaysia (79 paten), Singapura (34 paten) dan Thailand (4 paten). Dengan jumlah produk turunan yang masih sedikit, stimulasi harus terus diberikan. Salah satunya adalah dengan melakukan sertifikasi RSPO.
Kesenjangan Produktivitas yang Masih Terjadi
Dibandingkan dengan Malaysia, produksi kelapa sawit per hektar di Indonesia masih cenderung rendah. Perbandingannya adalah 10:4. Kesenjangan ini tentu menjadi masalah tersendiri jika tidak segera diatasi. Lewat RSPO, pengusaha termasuk para pekebun bisa mencari solusi terbaik untuk memperkecil bahkan menghilangkan kesenjangan produksi ini.
Perlunya Organisasi untuk Merangkul Petani dan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit
Meski banyak perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang dikelola oleh perkebunan milik negara maupun swasta, kebun sawit yang dimiliki oleh petani kecil jumlahnya juga cukup banyak. Namun masalah smallholder management menjadi isu tersendiri yang harus segera ditangani.
Kurangnya pengetahuan petani-petani kecil ini menyebabkan performa manajemen perkebunan, pola distribusi dan interaksi antara petani sawit menjadi kurang baik.Â
Selain dengan membentuk organisasi dan campur tangan BUMR atau BUMDes, para petani ini juga harus diberi bekal seputar pengembangan perkebunan sawit berkelanjutan lewat sertifikasi RSPO.
Dengan posisi yang dimiliki saat ini, industri minyak sawit Indonesia memiliki potensi perkembangan yang sangat besar di masa depan. Sebagai salah satu bagian dari stakeholder, Anda patut mengambil langkah nyata untuk menciptakan sistem produksi minyak sawit yang berkelanjutan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H