"aku iso nyekolain anak sampai lulus kuliah, soko sempritan"
(saya bisa sekolahin anak sampai lulus kuliah dari peluit)
Sewaktu masih merantau di Surabaya, ada teman senior usianya sepantaran paman saya di kampung halaman. Si bapak adalah pelatih pramuka, di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Mojokerto. Kami saling kenal -- tapi tidak terlalu dekat--, karena sama-sama menjadi sales asuransi.
Effort menjadi sales asuransi, benar-benar luar biasa. Kami musti rajin mencari prospekan, membuat janji presentasi. Membuat satu janji saja, -- bagi anak baru-- belum tentu ada seminggu sekali
Ketika itu akhir 90-an, internet belum marak seperti sekarang. Kalau perlu internet, memakai fasilitas kantor atau mlipir ke warnet. Handphone masih barang langka, hanya dipunyai orang dengan kantong tebal.
Semua dikerjakan serba manual, ngeprint penawaran diantar sembari janjian presentasi ke klien. Karena tidak saban hari ada janji, kami nyambi pekerjaan lain. Kalau ngarepin komisi asuransi, belum pasti sebulan ada yang closing polish.
Maka diantara teman-teman, ada yang jualan baju, makanan, buku ensiklopedia, dan lain sebagainya. Sayapun demikian, menjadi freelance marketing iklan koran lokal. Pemasang iklan yang kenal baik, sekalian diprospek produk asuransi.
Si bapak senior, menjadi pelatih pramuka di sekolah dekat rumahnya. Kalau tidak salah ingat, latihan seminggu dua kali. Hari diluar melatih pramuka, beliau jualan asuransi-- ada sambilan lainnya juga--.
Di usia separuh abad, mbarep bapak ini lulus kuliah. Sembari bercanda---atau sebenarnya serius---beliau berujar, bahwa bisa menguliahkan anak dari sempritan alias peluit.
Kami tersenyum tipis mendengar cerita, yang sebenarnya keren tersebut. Jujurly, saya sangat kagum pada beliau. Si bapak telah membuktikan, dirinya kepala keluarga bertanggung jawab. Â
------
Di era medsos seperti sekarang, video viral ganti berganti. Mulai video joget-joget, nyanyi-nyanyi, video berbagi sampai video inspiratif. Saya yang kerjaan terkait medsos, mengikuti riuh terjadi di dunia maya.
Salah satu video cukup viral, tentang anak-anak hebat dari orangtua hebat. Beberapa waktu lalu, viral anak pemulung lulus S2. Si anak kini menjadi dosen, diundang sebagai narasumber di berbagai forum bergtengsi.
Kemudian ada lagi, bapak tukang tambal ban di daerah jawa Tengah. Berhasil mengantarkan tiga anaknya, lulus perguruan tinggi. Bahkan satu anak---laki-laki-, mendapat beasiswa sudah lulus S2.
Saya berdecak kagum, sembari kebingungan soal biaya kuliah yang tidak sedikit. Bagaimana orangtua hebat ini, bertarung habis-habisan di medan pencarian nafkah.
Tetapi nyatanya, orangtua hebat ini setia dengan pekerjaanya. Bahkan setelah anak-anaknya selesai kuliah, mereka tetap mulung atau nambal ban.
Cintai Pekerjaanmu Meski Tak Membuat Kaya tapi Membuatmu Hidup
"Cintailah pekerjaanmu meskipun tidak membuatmu kaya tapi bisa membuatmu hidup"Â
(Facebook)
Membaca quote inspiratif di FB, membuat saya ingat teman senior lawas sales asuransi di Surabaya. Bahwa dengan sempritan alias peluit, bisa menguliahkan anak hingga lulus. Kemudian bapak pemulung dan penambal ban, anaknya juga lulus kuliah.
Saya jadi kepikiran, bahwa takaran rejeki sebenarnya tidak terngantung jenis pekerjaan. Tetapi dari seberapa sungguh-sunguh, seorang hamba berusaha sekuat tenaga. Ya, berusaha melalui macam-macam jalan pekerjaan. Pekerjaan semacam teknis, guna menemukan kran rejeki.
Semakin mencintai pekerjaan, maka seseorang akan sepenuh hati menunaikan pekerjaannya. Mungkin sekilas di mata manusia, memulung atau tambal ban hasilnya tak seberapa. Tetapi matematika kehidupan itu sangat unik, hitungannya sangat di luar nalar manusia.
Seperti video viral di medsos, yang berhasil mematahkan opini tersebut. Bahwa banyak orangtua dengan pekerjaan sederhana, tetapi terbukti bisa mengantarkan anak hingga berhasil.
-----
Sebelum menyelesaikan tulisan ini, ada video lewat beranda medsos saya. Adalah ibu yang tukang sapu, sedang mengintip kegiatan apel pagi di kantor kepolisian. Â Aksi si ibu diketahui komandan, yang kebetulan sedang lewat.
Setelah ditanya sang komandan, ibunya mengaku pengin melihat anaknya yang apel. Maka komandan menanyai nama anak dimaksud, dan dipanggillah. Yang disebutkan nama, menengok berlari ke arah komandan.
"Benar, ini ibumu"
"Siap komandan, benar'"
"Salami dan peluk ibumu,"
Si anak mengikuti perintah komandan-nya, sembari ditahan pecah juga tangis anak ibu ini. Video mengandung irisan bawang ini, berhasil membuat saya ikut mbrebes mili.
Bahwa pekerjaan apapun, bukanlah takaran rejeki seseorang. Tetapi kesungguhan, kecintaan pada pekerjaan, akan mengantarkan rejeki tak terduga itu. Selama pekerjaan itu baiak ( baca ; halal), niscaya akan diselimuti keberkahan. Buah dari keberkahan, adalah kecukupan dan ketenangan.
So, cintai pekerjaanmu, meski tak membuatmu kaya tapi membuatmu hidup. Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI