Kompasianer, kita sedang berada di hari hari penghujung tahun. Suasana liburan telah terasa, ada yang plesiran atau memilih tetap di rumah saja. Saya dan keluarga, tidak ke mana-mana di pergantian tahun.
Pasti banyak catatan telah tertoreh, di sepanjang perjalanan tahun yang akan berlalu. Entah jatuh dan bangkitnya, sedih dan senangnya atau gagal pun berhasilnya. Cukuplah kita memetik pelajaran, bahwa semua situasi adalah sebuah keniscayaan.
Mau tak mau kita dituntut, belajar beradaptasi dan berdamai dengan setiap kondisi dijalani. Menerima segala -- terutama---kekalahan, dengan hati yang lapang. Bahwa seterpuruk apapun keadaan, demikianlah jalan takdir yang musti ditempuh.
Kalaupun diantara kita, ada yang berjaya atau roda sedang berada di atas. Sebaiknya musti lebih hati-hati, jangan biarkan terbersit rasa jumawa. Karena masa gemilangpun ada batasnya, bahwa semua keadaan sejatinya sebuah pergiliran semata.
Tetapi lebih dari itu semua, ada hal yang musti sangat disyukuri. Bahwa kita, masih bisa bertahan hingga detik ini. Bahwa kita masih bernafas, melanjutkan kehidupan yang penuh tantangan.
Bahwa jiwa survival , hanya dimiliki oleh petarung tangguh. Atinya, kita termasuk jajaran pejuang tangguh itu. Bahwa bertahanpun, -- menurut saya-- Â adalah bagian dari pencapaian.
Khusus yang di awal tahun lalu, sangat mendambakan hadirnya belahan jiwa. Kenyataannya sampai hari ini, keadaan masih tetap sama. Please, jangan putus asa.
------
Kompasianer, kesabaran memanglah terasa pahit rasanya. Saya pernah merasakan, beratnya menanggung sabar. Termasuk sabar dalam penantian, sabar bersua tempat pada hati bertaut.
Tetapi yakinlah kawan, pada sabar jalan kearifan terbentangkan. Sabar akan ujian yang menerpa, sabar untuk tidak neko-neko menerima kenyataan. Niscaya kan membentukmu, menjadi pribadi yang luar biasa.