Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Puncak Ke-ayahan adalah Menjadi Family Man

16 Desember 2024   09:38 Diperbarui: 16 Desember 2024   15:28 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto siluet lelaki yang juga ayah (dokumentasi pribadi)

Kalau dipikir-pikir, apa yang diburu laki-laki berusia banyak -- menunjuk pada diri sendiri. Anak-anak sudah beranjak dewasa, kebersamaan dengan istri sudah puluhan tahun. Maka apalagi yang dilakukan, kecuali mengisi sisa waktu dengan sebaik-baik sikap.

Cukuplah ayah menuruti ego, sudah saatnya lebih banyak mengalah dan menahan diri. Tidak cepat beraksi, kala melihat mendengar suatu keadaan. Berpikir lebih jauh ke depan, memikirkan dampak baik setiap langkah yang diputuskan.

Beruntungya ayah yang beranjak lansia, dianugerahi kebersamaan dengan keluarga. Sejengkal waktu sangat berharga, jangan sedetikpun disia-sia. Bahwa peninggalan terbaik seorang ayah, adalah keteladanan yang dikenang anak-anak. Dan peran istimewa ini, musti direbut dan dimenangkan oleh setiap ayah.

Sudah sewajarnya, ayah memenuhi dirinya dengan sifat keayahan. Yaitu perhatian pada keluarga, mengayomi dan rela pasang badan paling depan. Berusaha sebisanya semampunya, mengusahakan kebutuhan istri dan anak-anak.

Bukankah puncak keayahan, adalah menjadi family man?

-----

Tahun 2024 sudah di penghujung, bagi saya pribadi punya banyak catatan perjalanan. Bisa dibilang tahun ini, ada periode keterpurukan yang saya lewati. Fase yang memberi banyak hikmah dan pelajaran, agar lebih bijak bersikap. Dan alhamdulillah, saya bisa bertahan sampai hari ini.

Saya sangat yakin, Kompasianer pasti demikian adanya. Menjalani hari ke hari di tahun ini, dengan uji cobanya masing-masing. Bahwa saat bangkit pun jatuh itu nyata adanya, keduanya dipergilirkan untuk menguji kualitas manusia.

Masa bangkit, kejatuhan bahkan terpuruknya seorang ayah. Seharusnya menjadi moment, guna memancarkan sikap keayahan. Bahwa setiap keadaan sempit, bukanlah alasan untuk menyerah kelah.  Ayah musti terus berjuang, menunjukkan tanggung jawab pada keluarga.

Sedikit perolehan didapat ayah, tidaklah untuk kesenangan diri. Istri dan anak-anak tetap menjadi prioritas, ayah rela menomor sekiankan diri.

Memprioritaskan keluarga, bisa ditunjukkan ayah dari hal-hal kecil di keseharian. Misalnya ayah yang mempunyai makanan, tidak dimakan sendiri. Dibawa pulang, dinikmati bersama istri dan anak-anak. Ayah yang mempunya uang, dibelanjakan untuk keperluan keluarga.

Bagi saya, sikap keayahan tidak ditataran teori belaka. Sikap keayahan, tidak sekadar dilontarkan kata-kata. Bahwa sikap keayahan, haruslah dibuktikan. Anak istri yang kan merasakan, seberapa family man-nya ayah.

Ya, bahwa ayah dengan sikap keayahan, niscaya akan menjadi family man.

Puncak Ke-ayahan adalah Menjadi Family Man

Ayah yang menjemput nafkah (dokumentasi pribadi)
Ayah yang menjemput nafkah (dokumentasi pribadi)

Sebenarnya siapapun -- asal laki-laki dewasa--, bisa menjadi seorang ayah. Dengan jalan menikah -- ini yang bener ya--, kemudian istri hamil dan melahirkan. Syah sudah (secara hukum maupun agama) seorang laki-laki,  menjadi atau dipanggil dengan sebutan ayah.

Masalahnya, tidak semua ayah bersedia  mengilmui diri. Ada ayah menampilkan dirinya, jauh dari sosok ayah ideal. Kita tidak bisa menutup mata, ada ayah melakukan kdrt pada istri. Ada ayah membiarkan anak istri, lari melepaskan tanggung jawab.

Padahal, kehidupan ini berjalan dengan sangat adilnya. Bahwa hukum tabur tuai itu nyata, bisa kita lihat di lingkungan sekitar. Saya pernah berkunjung ke Panti Lansia di Tiga Raksa, ada kakek yang semasa mudanya sukses. 

Menurut cerita dari pengurus panti, si kakek lama tinggal di luar negeri. Tetapi setelah renta, anak-anak tidak ada yang mau mengurus. Konon ayah yang sudah kakek, tidak harmonis hubungan dengan anak-anak.  Saking tak mau tinggal bersama, si anak rela membayar berapapun ke panti-- miris ya.

Kalaupun ada, ayah yang semasa mudanya baik-baik saja. Ternyata di masa tua tetap merana, kemungkinan ini sangat kasuistis. Wallahu'alam, ada rahasia semesta apa di balik semua ini.

----

Mudik bareng keluarga - dokumentasi pribadi 
Mudik bareng keluarga - dokumentasi pribadi 

Kita semua sepakat, bahwa menjadi ayah tidaklah mudah. Apalagi ayah dengan sikap keayahan, butuh effort yang berlebih. Ayah dengan sikap keayahan, dibutuhkan kesadaran tingkat tinggi. Rela mengorbankan dirinya, untuk kebahagiaan orang-orang yang dikasihi.

Uniknya, tiada pengkastaan bagi ayah yang telah mengenggam jiwa keayahan. Ayah dengan pekerjaan apapun, sangat bisa meraih sifat-sifat keayahan. 

Banyak contoh di luar sana, ayah yang kerja serabutan tapi sangat sayang pada keluarga. Sementara ayah yang banyak harta, justru abai pada anak istri.

Tahun 2024 ini, tak terasa setengah abad saya diperkenankan-Nya hidup di alam fana.  Banyak sudah kejadian saya lewati, rasanya nano nano kalau digambarkan dengan kalimat. Di usia yang tidak muda, cara pandang hiduppun bergeser.

Saya seperti diajak mencukupkan ego, belajar mengelola ambisi dan emosi, tak lagi meledak-ledak. Saya musti lebih bercermin, dari banyak kesalahan pernah dibuat. Terutama sikap pada istri dan anak-anak, musti benar-benar diperbaiki.

Berusaha menjadi ayah yang baik, ayah yang mendekati ideal, ayah yang memiliki jiwa keayahan. Toh, bagi lelaki atau ayah yang sudah tidak muda seperti saya. Apalah yang dicari, kecuali untuk kebaikan.

Bukankah puncak keayahan, adalah menjadi family man. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun