Dan kalau ada yang mengejek saya, ibu langsung pasang badan. Menangkis kalimat tak mengenakan, dengan balasan yang membuat penanya terdiam.
----
Perumpaan disampaikan ibu, soal penjual sayur ada benarnya. Bahwa kehidupan -- dalam skala luas--- ibarat perdagangan, setiap orang sejatinya "menjual" dirinya. Â
Untuk kegiatan pencarian nafkah, setiap orang menjual yang dimiliki. Entah keahlian atau kecakapan di bidang tertentu, kepiawaian negosiasi, membawa diri dan lain sebagainya.
Menjadi orang baik itu sangat bagus, tetapi musti ditambahi suatu yang lain. Konsistensi berlaku baik, agar menuai simpati mendapat kepercayaan.
Tapi jangan coba, tampilan luar yang baik hanya kedok. Seiring berjalan waktu, cepat atau lambat kebohongan terkuak. Akibatnya fatal, stigma negatif bisa tersemat. Kepercayaan orang lain hilang, butuh usaha ekstra mengembalikan nama baik
Sang Khaliq sangat demokratis, melibatkan manusia meraih impian-impiannya. Â So, untuk mencapai cita-cita, wajib hukumnya berusaha. Maka soal perolehan nafkah, tak sama antara pemalas dan yang rajin. Bahkan yang sama-sama rajinpun, belum tentu sama perolehan didapat.
Demikian pula belahan jiwa, jalan ditempuh setiap orang tidaklah sama. Ada yang mudah ketemu jodoh, tetapi diuji ekonomi saat berumah tangga. Ada yang susah ketemu jodoh, tetapi karirnya melesat  dan seterusnya.
Sebagai manusia, tugas kita adalah berusaha dan terus berusaha. Kalau pedagang sayur, usahanya adalah menggelar dagangan yang segar berkualitas. Pejuang jodoh, musti terus memantaskan diri, agar belahan hati segera tiba setelah dinanti.
Semoga bermanfaat. Â