Menjadi petugas KPPS, memang ada lika-likunya. Yaitu mulai pengiriman undangan DPT, yang musti bolak-balik ke rumah tertentu. Mengingat warga urban pada umumnya, dengan kesibukan yang tidak bisa diperkirakan.
Baca - Catatan Petugas KPPS; Sesibuk dan Setertutup Itukah Kita? Â
Sehari sebelum pencoblosan, malamnya kami petugas KPPS berkumpul. Memastikan angka fixed pemilih, sesuai surat undangan telah didistribusikan. Sinkronisasi  data awal dari KPU kelurahan, telah terseleksi setelah turun ke lapangan.
Ada warga yang sudah pindah, tetapi tidak laporan ke pengurus RT. Ada yang sudah meninggal, ada alamat fiktif, ada warga yang dinas ke luar kota, dan lain sebagainya.
Saya jadi mengenali, karakter warga di sekitar tempat tinggal. Ada yang ramah dan sumeh, ada yang suka ngobrol dan friendly. Ada yang cenderung tertutup, enggan bersosialisasi. Rumahnya sering tertutup, tak mersepon meski pagar sudah diketok-ketok.
Uniknya, di hari pencoblosan. Tetangga yang menutup diri, enggan menemui saat dikirim undangan. Mereka tidak datang, tidak menggunakan hak suara-nya.
Tantangan petugas KPPS selanjutnya, adalah di hari pemungutan suara. Kami melayani  semua undangan, terutama yang sudah sepuh. Menuntun, mengarahkan, mengajari setelah di balik bilik suara. Di TPS kami, ada dua warga dengan keterbatasan. Kami mengunjungi rumah, mengajak serta saksi calon gub/ walkot.
Puncaknya, di penghitungan surat suara. Dimulai sekitar jam dua siang, setelah istirahat, sholat dan makan siang. Kami musti lebih jeli, mencocokan angka dari KPU dan data real. Â
Menjadi  Petugas KPPS Dituntut Jeli dan Teliti
Kalau diperbandingkan dengan Pilpres 2024, pilkada kali ini lumayan lebih ringkas. Pilpres 2019 dan 2024 sangat menguras energi, selesai jam 7 pagi keeseokan hari.Â