Kompasianer, mungkin sudah familiar dengan nama Dennis Lim. Seorang pendakwah muda, yang lumayan sering tampil di televisi. Parasnya yang rupawan, membuat pria yang akrab disapa Koh Denis cukup mudah dikenali.
Memasuki tahun kelima pernikahan, sang istri Yunda Pratiwi mengunggah foto alat test kehamilan dengan dua garis. Sontak kabar mengundang banyak doa, dari followers di akun medsos suami istri ini. Mengingat perjuangan mereka, terbilang tak mudah.
Sebagai pesohor, kabar tentang suami istri ini kerap menjadi kejaran kuli tinta. Termasuk usaha keras mereka, untuk mendapatkan buah hati diikuti publik.
Yunda menceritakan, kondisinya yang membuat perlu effort lebih guna mendapatkan keturunan. Mulai POCS, tuba non paten, uterus yang upnormal, riwayat infeksi saluran kemih. Sementara Koh Dennis, mengalami teratozoopermia.
Rupanya program bayi tabung dan IVF, menjadi jawaban atas ikhitar suami istri. Perjuangan dan doa panjang yang dipanjatkan, telah diijabah sang Khaliq. Menurut hasil USG, Yunda kini hamil janin kembar dan masuk usia 5 bulan.
Alhamdulillah.
-----
Generasi 80- 90-an, kemungkinan tidak asing nama Inka Cristie. Penyanyi dengan suara melengking tinggi, pernah ngetop lewat lagu duetnya bareng Amy Search.
Sukses di dunia musik, ternyata tak berbanding lurus dengan urusan asmara. Sebagai penyanyi terkenal, Inka sempat diberitakan menjalin asmara dengan pemain sinetron. Setelah putus, tak pernah tersiar kabar soal percintaan. Hingga penyanyi rock asal kota Kembang ini, jarang tampil di muka publik.
Pada tahun 2019, tersiar kabar mengejutkan. Adalah pernikahan Inka Cristie dengan Sandiego Africo, tersiar di banyak portal hiburan. Kala itu mempelai perempuan berusia 44 tahun, terpaut 12 tahun dengan sang suami yang 32 tahun.
Keyakinan menikah itu menguat, ketika Inka umroh dan bermimpi silaturahmi ke rumah Sandiego. Kedua pihak keluarga sama-sama setuju, dan pernikahanpun dilangsungkan.
Perihal jodoh sudah ada yang mengatur, senyatanya memang demikian adanya. Kita tidak bisa, mengatur kejadian sesuai kemauan. Sebisanya kita, terus berusaha memantaskan diri. Dengan ikhtiar sekuat tenaga, dibarengi tak berputus melangitkan doa.
Dan selebihnya, pasrah pada takdir. Berdamai dengan keadaan, karena kehendak semesta tak akan sia-sia.
Jodoh dan Buah Hati Datangnya di Penghujung Sabar
Kompasianer, kisah semisal dua nama di awal artikel, sangat mungkin kita temui terjadi di lingkungan terdekat. Mereka yang takdir jodoh pun buah hati, musti ketemu setelah melalui penantian panjang. Tetapi berkat besarnya harap dan tak henti berusaha, diiringi doa yang tak berputus. Maka jawaban atas keinginan itu, akhirnya didapatkan.Â
Ya, tiba di waktu yang tepat.
Saya dulu pernah merasakan, penantian panjang bersua tambatan hati. Membuka diri berkenalan satu ke kenalan lainnya, ikut kelompok ini dan itu, membuka pertemanan sebanyak-banyaknya. Pernah mencoba serius, tetapi ada saja kendala ditemui. Dan rupanya kesabaran itu, musti lebih dipanjangkan lagi.
Ketika umur menginjak 28 tahun, berlipat-lipat usaha lebih kerahkan. Saya pernah, nekad ikut acara kontak jodoh di radio swasta di Surabaya. Pernah minta tolong dicomblangi, teman kantor yang dia sendiri masih bujangan---hehehe.
Ketemunya, saat umur menginjak angka tiga. Itupun setelah ibu saya, cerewetnya minta ampun. Entah saat ibu datang ke Jakarta, maupun melalui sambungan telepon. Saking sering ibu mengomel, saya enggan menelepon bahkan pulang kampung.
Sebenarnya, dalam hati kecil memendam keinginan besar menikah. Saya tak tanggung-tanggung, mengerahkan usaha besar-besaran. Akhirnya doa dan usaha itu terjawab, melalui jalan tidak diduga
Setelah pindah ke Jakarta, seorang teman di kerjaan mengenalkan saya pada sohibnya saat kuliah. Proses perkenalan berjalan lancar, seminggu setelahnya saya menemui orangtuanya.
Kemudian perempuan itu menjadi istri saya, alhamdulillah sebentar lagi menginjak dua puluh tahun kami bersama. Mohon doa Kompasianer, semoga kami langgeng hanya maut memisahkan.
Pun saya doakan, teman-teman yang sedang berusaha menjemput jodoh. Segera dipertemukan, lekas mengakhiri kesendirian.-- aamiin
----
Uniknya, saat digelar pernikahan. Teman baik kami datang, pasangan suami istri menikah tiga bulan sebelum kami ."Mas, kita dulu-duluan ya" bisik si suami sambil salaman
Saya jawab dengan tersenyum, sangat paham maksud yang disampaikan kawan baik. Setelah pernikahan, kami berjibaku dengan kesibukan keseharian.
Memasuki bulan ketiga pernikahan, istri menunjukkkan hasil test pack garis dua. Rasa syukur dan bahagia yang sangat, begitu menyelimuti hati kami. Tak sabar rasanya, segera dipanggil ayah. Panggilan yang sudah pantas, tersemat pada lelaki usia 30-an seperti saya -- kala itu.
Kami tahu, bahwa kawan karib yang menantang belum seberuntung kami. Maka sekalipun, kami tidak pernah membahas hal tersebut. Saya dan istri, tak terbersit niat menjatuhkan mentalnya.Â
Sebaliknya kami support, agar keduanya sabar, semangat dan terus berusaha. Dan ketika anak mbarep kami masuk SMA, kabar sangat mengejutkan kami terima. Teman akrab semasa bujangan, istrinya hamil di usia jelang kepala empat. Bahagia kami membuncah, seperti dulu saat hamil istri.Â
Hikmah yang kami petik, bahwa manusia adalah tempatnya belajar. Ya belajar sabar, belajar terus usaha, belajar tidak putus asa.
Jujurly, ketika bersua tambatan hati kala itu. Saya merasa, seperti berada di ujung kepasrahan. Saya yakin perasaan yang sama, dialami kawan karib saat menanti buah hati hadir di rahim istrinya.
Bahwa jodoh dan buah hati, datangnya di ujung sabar. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H