Karenanya, di dalam takdir jodoh harus ada ikhtiar manusia. Dalam hal ini ikhtiar laki-laki, dan juga ikhtiar si perempuan. Ikhtiar paling standar adalah berdoa, kemudian dibarengi aksi nyata. Yaitu si laki-laki, mendatangi, berkenalan, menyampaikan maksud hati.Â
Kalau didapatkan respon yang sebanding, maka segerakan datang melamar dengan baik-baik. Kemudian setelahnya, merencanakan pernikahan. Tak dipungkiri, effort lelaki memang lebih soal ini.
Besarnya pengorbanan (ikhtiar) bersua tambatan hati, semoga menandakan besarnya cinta di dada. Maka setelah menikah, jangan sampai orang terkasih disia-sia.
Karena tanpa ikhtiar, jodoh akan berhenti di kalimat "jodoh itu di tangan Tuhan".
Karena Jodoh Harus Diikhtiarkan
Soal jodoh, saya termasuk orang yang banyak jatuhnya dan sedikit bangun. Saya termasuk di bagian, yang musti bersabar menanti dan jatuh lama baru bangun di ujung kepasrahan.Â
Target menikah di usia duapuluh lima, terpaksa lewat setelah lima tahun kemudian. Masa penantian yang luar biasa membuat jemu, ibarat jatuh (saya merasa) benar-benar sampai di dasar.
Semasa kuliah, saya bisa dibilang cukup selektif. Satu dua teman perempuan, pernah mengaku jatuh suka (saya ketahui melalui perantara teman). Pernah saya mencoba, menerima orang yang menaruh hati pada saya. Tetapi jadinya, saya sangat sedikit effort. Karena posisinya disukai bukan menyukai, keadaan ini sangat tidak mengenakkan.
Baru kemudian saya yang effort, saat menaksir adik kelas di semester tiga. Saking effort-nya, saya memberanikan diri mendatangi rumahnya dan bertemu orangtua. Nasib berkata lain, perempuan dikejar membuka hati untuk laki-laki lain.
Setelah itu saya seperti trauma, tapi tetap terus berusaha. Kriteria yang pernah dipasang, lama-lama ditoleransi dengan sendirinya. Yang sebelumnya pengin pasangan lebih muda, seketika diabaikan ketika kenalan dengan yang lebih tua.
Kriteria soal fisik, berubah sedrastis mungkin. Yang sebelumnya dihindari jauh-jauh, tiba-tiba mau menerima sepenuh kesadaran. Sampai pernah saya naksir perempuan beda agama, untungnya belum diucapkan. Di kondisi demikian, saya benar-benar meniadakan ego.