Lazimnya Kehidupan seorang laki-laki, akan berubah setelah menikah. Perhatian dan prioritas hidupnya bergeser, yaitu kepada istri yang dicintai. Kemudian setelah punya anak, sebagian prioritas itu bergeser lagi ke buah hati.
Eit's, tapi jangan sampai sayangnya ke istri hilang ya-he he he.
Skenario kehidupan ini, berlangsung dengan sebegitu dahsyat dan ajaibnya. Banyak kejadian dan atau kondisi, terjadi di luar bayangan. Lelaki yang menjadi kepala keluarga, otomatis akan mencurahkan seluruh perhatian untuk anak dan istri. Â Bahkan diri sendiri, rela dinomor sekiankan.
Demikian semestinya ayah menyayangi anaknya, akan mengemban amanah semampunya. Dan itulah, yang dinamakan naluri keayahan.
--------
"es cendolnya buat kamu dan masmu saja," bisik ayah.
"trus bapak bagaimana?" tanya saya
"gigi bapak sakit" masih sambil berbisik
Saya masih bisa mengingat dengan jelas, kejadian semasa kecil dulu. Di hari kedua lebaran, saya dan kakak diajak ayah keliling ke rumah saudara. Mula-mula ke rumah saudara dekat, yang kami kenal dengan baik. Kemudian sekalian mampir, ke beberapa saudara jauh.
Ada satu rumah di pinggir kota kecil, saya dan kakak baru sekali mendatangi. Konon rumahnya kakak, dari (alm) suaminya bude (kakak dari kakak ipar ayah). Kami berdua sangat canggung, pun ayah juga tidak terlalu dekat.
Dari cerita sekilas, di rumah tersebut baru selesai kumpul keluarga. Sambil beranjak ke belakang, tuan rumah mempersilakan kami meminum es cendol di meja. Â Bude tidak terlalu ngeh, Â kalau es cendol tinggal dua gelas sementara kami bertiga.
Pemilik rumah baru sadar, setelah keluar dan duduk lagi. Ketika hendak disiapkan gelas ketiga, ayah menolak dengan alasan giginya ngilu.
Sesampai di rumah, saya tahu gigi sakit adalah alasan belaka. Ibu yang menyiapkan es sirup, ayah ikut meminumnya. Â Kini setelah menjadi ayah, saya berbuat hal yang sama.
Saya pernah rela kelaparan, nasi kotak makan siang bagian saya tidak dimakan. Karena saya tahu, lauknya adalah kesukaan anak wedok. Mungkin ini, yang dinamakan naluri ayah. Semestinya ayah, bersedia berkorban untuk sang buah hati.
Semestinya Ayah yang Menyayangi Anaknya
Dulu saat merantau di Surabaya, saya punya teman menikah di usia sangat muda (awal 20-an). Pasangan ini tak bertahan lama, karena satu dan lain hal.
Saya saksi hidup, saat keduanya berseteru. Nasib rumah tangga tak sehat itu, berujung di meja hijau dan berpisah. Anak yang besar ikut ibunya, yang kecil ikut ayahnya. Saya ikut prihatin, melihat dua anak tidak terurus dengan baik.
Puluhan tahun berlalu, dua anak memasuki usia dewasa. Kedua orangtuanya, masing-masing memiliki keluarga baru. Kalau sedang main ke Surabaya, kami ketemuan dan bertukar cerita. Saat ngobrol, saya merasakan ada yang janggal.
Anak yang semasa kecil kurang kasih sayang, terlihat ngeyel susah sekali diatur. Mereka terkesan cuek, berlaku masa bodoh dengan orangtua.
Menjadi PR besar, bagi pasangan yang berpisah. Jangan sampai anak menjadi korban, karena mereka tidak tahu menahu masalah ayah ibunya.
Bagaimanapun, anak berhak mendapat kasih sayang kedua orangtuanya. Kalau ada istilah darah daging, ya ditubuh anak mengalir darah ayah ibunya. Kalau ada ayah menelantarkan anak, perlulah dipertanyakan naluri keayahan itu.
------
Saya pernah membaca sebuah artikel parenting, sangat membuka pencerahan. Bahwa cara efektif ayah menyayangi anak, adalah dengan menyayangi ibunya. Kalau tidak ingin anak menangis, ayah jangan membuat ibunya menangis.
Naluri keayahan memang haru terus diasah, melalui pengorbanan dilakukan ayah. Mengalah untuk hal-hal kecil, bahkan rela berkorban untuk hal besar. Ayah yang peduli pada anak, otomatis peduli pada istri. Â Demikian sunatullah bekerja
Naluri keayahan terproses secara alami, sudah menjadi fitrah laki-laki yang menjadi ayah. Tugas laki-laki adalah mengejawantahkannya, melalui sikap dan laku di keseharian.
Menyayangi anak sepenuh hati, dengan cara menyayangi istri sepenuh hati juga. Karena semestinya ayah, Â yang menyayangi anaknya. Otomatis ayah, juga menyayangi istri (ibu dari anak-anaknya juga).
Mulialah kalian laki-laki, yang menjaga naluri keayahan itu. -- semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H