Persoalan minta maaf, ternyata bukan persoalan sederhana. Apalagi yang minta maaf, lebih senior atau lebih terpandang atau lebih di beberapa hal. Â Karena manusia dibekali ego, dan memeranginya butuh energi tidak sedikit.
Anak minta maaf ke orangtua, mungkin hal yang biasa. Tetapi orangtua minta maaf ke anak, bukanlah hal yang biasa. Ada pergulatan batin musti ditempuh, sebelum kata maaf itu terlontar dari mulut orangtua.
Nak, maafkan ayah, ya...
----
Secara umum, ada perbedaan hubungan anak ke ayah dan atau anak ke ibu. Ayah dan ibu dengan karakter dan pembawaannya, berdampak pada kedekatan dengan anak. Mau diterima atau disangkal, demikianlah kenyataan adanya.
Perbedaan itu akan kentara, ketika si anak beranjak dewasa. Ayah dengan kewajiban mencari nafkah, cenderung lebih pendiam. Ibu di sisi ranah domestik, cenderung lebih dekat dan cair ke anak-anak.
Saya mengalami dan merasakan, pergeseran dan perubahan sikap itu. Saat anak masuk usia baligh, mulai mengambil sikap dan keputusan sendiri. Padahal semasa kecil, anak lanang sangat lengket dengan ayahnya.
Sekarang apa-apa ngobrol dengan ibu, baru oleh ibunya disampaikan ke saya. Apalagi kalau menyangkut uang, ayah menjadi tumpuan. Pun anak wedok, apa-apa nyaman dengan ibunya.
Saya ayah, sempat merasa hidup tidak adil. Karena saya sayang anak, bekerja keras untuk mereka. Lama-lama saya berdamai, bahwa hal ini tidak perlu dibesar-besarkan. Â Yang penting, peran keayahan berjalan sebagaimana mestinya.
Apapun keadaannya, saya tetap menunjukan perhatian dan tanggung jawab mendidik dan menafkahi anggota keluarga. Selebihnya biarkan waktu yang menjawab, bahwa si ayah penuh kasih sayang.