Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Nggak Ada Duit, Bocah Maunya Jajan Mulu

15 Mei 2024   16:04 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:30 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nggak ada duit, bocah kok maunya jajan mulu" suara setengah teriak itu melambung ke udara.

Ketika melintasi daerah perkampungan, saya mendengar kalimat di awal artikel ini. Tekanan suaranya jelas, menyiratkan kekesalan yang dibalut emosi.

Meski hanya mendengar, dan tidak melihat secara langsung, Cukuplah bagi saya menerka, pengucapnya adalah seorang ibu ditujukan ke anaknya. Seketika ada yang melintas di benak, antara kasihan --pada anaknya-- tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Kemungkinan memang demikian, kebiasaan sehari-hari ibu dan anak. Atau bisa jadi, demikian pola interaksi berlangsung antara ibu dan anak. Anak yang suka membuat jengkel, kemudian si ibu meluapkan kemarahannya. Gawat nih, kalau hal ini dianggap wajar.

Saya (dan istri), orangtua yang masih jauh dari kata ideal apalagi sempurna. Tidak menguasai ilmu parenting, tidak paham teori keilmuan relasi orangtua anak. Tetapi secara naluriah, punya insting orangtua otomatis memilah yang baik dan buruk.

Saya pribadi, berusaha menahan diri dan belajar mengelola ego. Agar tidak sembarang menumpahkan amarah, apalagi ke anak yang belum sempurna akalnya.

Orang yang diliputi emosi, cenderung tidak bisa mengerem ucapan. Penginnya teriak- teriak, melampiaskan yang ada di kepala. Ucapan yang keluar, mewakili yang berkecamuk di pikiran.

Sungguh mengkhawatirkan, kalau ucapan tidak baik ditujukan pada buah hati.

-----

Saya tinggal di perumahan lama, yang ada pintu akses ke sebuah kampung. Rumah saya di pojok atas, dekat jalan akses dibanding jalan utama. Kalau sholat berjamaah, lebih dekat ke masjid kampung dibanding masjid perumahan.

Saking kerap lewat atau berkegiatan, saya cukup familiar dengan warga (terutama para bapak dan bocil -- bocah cilik-- yang sering ke masjid). Meskipun tidak kenal nama, cukup akrab dengan melihat wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun