Kalau mau digolongkan, saya termasuk generasi X. Sebentar lagi umur setengah abad, semoga sehat dan panjang umur-aamiin.
Sebagai suami dan ayah, saya punya tanggung jawab atas amanah kehidupan. Yaitu menafkahi istri dan anak-anak, berjuang agar senyum itu tetap merekah. Meski nyawa jadi taruhan, karena di situ harga diri sebagai lelaki teruji.
Segala cara asalkan baik akan saya tempuh, agar bisa survive di segala keadaan. Bahwa tekad ini harus teguh, mengantar anak hingga dewasa dan hidup mandiri. Perjuangan yang berat memang, tetapi saya tidak menyerah.
Saya berusaha menghadapi jaman, dengan beradaptasi sebisanya semampunya. Agar tetap dipercaya orang, tetap berkenan menggunakan jasa saya.
Semasa dunia blogging booming, saya menulis di Kompasiana dan punya blog pribadi. Pun membuat akun di blog keroyokan yang lain, sesuai kategori diinginkan pemesan tulisan. Kemudian di era sosmed, saya aktif di beberapa platform.
Saya memanfaatkan facebook, twitter, youtube, untuk menambah portfolio. Kemudian membuat akun instagram, belakangan mulai merambah tiktok. Dan kini era video pendek booming, mau tak mau saya mengikuti.
Atas keputusan tersebut, saya berkawan dengan generasi di bawah saya. Mereka konten kreator seumuran keponakan, kerap satu pekerjaan di project yang sama. Saya membuka diri, belajar pada mereka yang expert (meski lebih muda).
Meski dari sisi pengalaman hidup saya lebih dulu, tapi soal skill bukan jaminan. Dan untuk itu, saya musti banyak menahan diri. Sebisa mungkin mengelola ego, tak merasa senior dan tetap berbaur dengan yang muda.
Bertahan di Tengah Perkembangan Jaman
Â
Ada saatnya saya merasakan capek, terseok- seok mengikuti perubahan yang serba cepat. Tapi mau tak mau, saya musti terus menyesuaikan diri. Karena kalau tidak begitu, saya tidak bisa bersaing dengan generasi sekarang.
Soal menang dan kalah dalam persaingan, soal belakangan. Yang penting saya punya kemampuan dan kemauan, yang bisa dijadikan senjata menghadapi tantangan.