Kita manusia, diciptakan dengan kekuatan dan energi yang tak terduga. Kekuatan yang baru disadari, ketika ujian hebat itu tengah terjadi dan sedang dialami. Meski sedih sesedih sedihnya, meski luka seluka- lukanya. Tetapi waktu kan membuktikan, seseorang akan sanggup melewati semuanya.
Dan sangat mungkin, pelakunya tidak bakalan percaya bisa sekuat itu. Berhasil menghadapi badai kehidupan, yang semula dirasa begitu beratnya. Setelah mendapati diri dalam kedamaian hidup, barulah kekuatan itu disadari.
Di usia paruh baya ini, saya telah mengalami dan melihatnya sendiri. Manusia-manusia tangguh, yang sanggup dan disanggupkan melewati pahitnya kehidupan. Kemudian saya mendapati mereka, menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Sebagai manusia biasa saya tak luput dari uji dan coba, pernah diuji sakit serta berada di kondisi  kesempitan. Dan tidak punya pilihan lain, kecuali menghadapi sebisanya semampunya. Berusaha mengambil hikmah, dari peristiwa yang telah dialami.
---
Tehnologi masa kini, sangat menguntungkan umat manusia. Misalnya dengan kehadiran media sosial, menyusul platform group percakapan. Betapa membuka banyak sekali kemungkinan, yang tidak disangkakan sebelumnya.
Sunguh saya tidak menduga, kembali bersua kawan-kawan yang lama sekali tak berkomunikasi. Medio 90-an, setelah kami melepaskan seragam abu-abu putih. Kami anak desa di pelosok Jawa Timur, setelah lulus merantau dan menyebar ke kota berbeda.
Kali pertama saya merantau di Jogja, ingin kuliah di UGM dan ingin sekalian bekerja. Kami antar teman (otomatis) putus komunikasi, masing-masing dengan tujuan hidupnya. Sehingga tidak satupun teman sekelas, saya ketahui keberadaanya.
Era digital melahirkan aplikasi group percakapan, membuat kami orang jadul takjub. Kami setelah terpisah puluhan tahun, tiba-tiba terhubung dan menjalin komunikasi. Di usia yang sudah tidak muda, masing-masing telah berkeluarga. Tentunya, masing-masing telah mengalami aneka peristiwa.
Seorang teman perempuan (beda kelas di SMA), bersama suami jatuh bangun membangun usaha percetakan. Kemudian pernah mengalami ujian berat, yaitu kehilangan buah hati yang masih usia balita.
"Sungguh, saya merasa kehilangan yang sehilang-hilangnya, Â Kehilangan terberat, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya" ujarnya di group percakapan.
Saya sendiri, pernah mengalami kejadian pahit. Ketika merantau di Surabaya, setelah kegagalan di Jogjakarta. Â Suatu hari kehilangan motor, yang baru satu tahun dipakai. Hilang saat diparkir di tempat bekerja, padahal masih ada cicilan dua tahun.
Pada saat bersamaan, di kampus sedang mengikuti ujian negara. Kemudian ada satu mata kuliah, yang nama saya tidak tercatat di absen. Setelah ditelusuri, kesalahan ada di bagian administrasi, tidak menginput nama saya. Mau tak mau, saya hanya bisa ikut ujian negara tahun depan.
Duh, saya merasakan sedih yang sangat. Tubuh terasa tak bertenaga, jatuh sejatuh-jatuhnya. Hidup terasa sangat tidak bersahabat, saya sempat kawatir tidak sanggup melewati kejadian bertubi-tubi ini. Kepala terasa berat, rasanya beban menimpa sebegitu beratnya.
Seiring berjalan waktu, kesedihan itu perlahan- lahan tertepiskan. Saya berusaha menerima keadaan, berdamai dengan kesedihan. Dan saya seperti menemukan diri-sendiri, mendapat kelahiran baru.
Setelahnya muncul perasaan empati, ketika melihat mendengar orang lain yang mengalami kesedihan. Saya tidak mudah menyepelekan orang lain, ketika dilanda kesedihan atau ujian dalam hidupnya.
Kehilangan Sehilang-hilangnya Jatuh Sejatuh-Jatuhnya
Kehilangan sehilang-hilangnya, jatuh sejatuh-jatuhnya. Adalah keadaan yang sangat mungkin, dialami dan atau dihadapi setiap orang. Karena hidup, tidak selamanya berselimut kegembiraan melewati jalan bertabur harum bunga.
Setiap orang punya jatah, berada dan mengalami situasi tidak mengenakkan. Tugas kita mempersiapkan diri , mempersiapkan mental. Ketika masa kesedihan datang, dirinya siap menghadapi dan mengambil hikmahnya.
Hilang sehilangnya, jatuh sejatuhnya, dianggap bukan keadaan yang ideal. Tetapi manusia akan belajar sangat banyak, dari keadaan yang menghimpitnya. Saya sangat meyakini, tidak ada yang sia-sia dari kasih penciptaan-NYA.
Sedih dan senang, jatuh dan bangkit, riang dan nestapa, adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada maksud Sang Khaliq, menciptakan itu semua, kecuali demi kebaikan manusia itu sendiri.
Mari setiap kita berproses, belajar dari kehilangan sehilang-hilangnya, kejatuhan sejatuh-jatuhnya. Sehingga akan menemui diri sendiri, dalam keadaan yang lebih baik. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H