Seorang teman perempuan (beda kelas di SMA), bersama suami jatuh bangun membangun usaha percetakan. Kemudian pernah mengalami ujian berat, yaitu kehilangan buah hati yang masih usia balita.
"Sungguh, saya merasa kehilangan yang sehilang-hilangnya, Â Kehilangan terberat, yang belum pernah saya rasakan sebelumnya" ujarnya di group percakapan.
Saya sendiri, pernah mengalami kejadian pahit. Ketika merantau di Surabaya, setelah kegagalan di Jogjakarta. Â Suatu hari kehilangan motor, yang baru satu tahun dipakai. Hilang saat diparkir di tempat bekerja, padahal masih ada cicilan dua tahun.
Pada saat bersamaan, di kampus sedang mengikuti ujian negara. Kemudian ada satu mata kuliah, yang nama saya tidak tercatat di absen. Setelah ditelusuri, kesalahan ada di bagian administrasi, tidak menginput nama saya. Mau tak mau, saya hanya bisa ikut ujian negara tahun depan.
Duh, saya merasakan sedih yang sangat. Tubuh terasa tak bertenaga, jatuh sejatuh-jatuhnya. Hidup terasa sangat tidak bersahabat, saya sempat kawatir tidak sanggup melewati kejadian bertubi-tubi ini. Kepala terasa berat, rasanya beban menimpa sebegitu beratnya.
Seiring berjalan waktu, kesedihan itu perlahan- lahan tertepiskan. Saya berusaha menerima keadaan, berdamai dengan kesedihan. Dan saya seperti menemukan diri-sendiri, mendapat kelahiran baru.
Setelahnya muncul perasaan empati, ketika melihat mendengar orang lain yang mengalami kesedihan. Saya tidak mudah menyepelekan orang lain, ketika dilanda kesedihan atau ujian dalam hidupnya.
Kehilangan Sehilang-hilangnya Jatuh Sejatuh-Jatuhnya
Kehilangan sehilang-hilangnya, jatuh sejatuh-jatuhnya. Adalah keadaan yang sangat mungkin, dialami dan atau dihadapi setiap orang. Karena hidup, tidak selamanya berselimut kegembiraan melewati jalan bertabur harum bunga.
Setiap orang punya jatah, berada dan mengalami situasi tidak mengenakkan. Tugas kita mempersiapkan diri , mempersiapkan mental. Ketika masa kesedihan datang, dirinya siap menghadapi dan mengambil hikmahnya.
Hilang sehilangnya, jatuh sejatuhnya, dianggap bukan keadaan yang ideal. Tetapi manusia akan belajar sangat banyak, dari keadaan yang menghimpitnya. Saya sangat meyakini, tidak ada yang sia-sia dari kasih penciptaan-NYA.
Sedih dan senang, jatuh dan bangkit, riang dan nestapa, adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada maksud Sang Khaliq, menciptakan itu semua, kecuali demi kebaikan manusia itu sendiri.