Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Tugas Ayah adalah Menjadi Semestinya Ayah

24 Desember 2023   10:13 Diperbarui: 25 Desember 2023   21:12 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; tangkapan layar tiktok (at)darkness

Layaknya keluarga desa, yang hidup di medio tahun 80- 90-an. Hubungan orangtua dengan anak, tidaklah seekspresif dan atau secair sekarang.

Seingat saya, seumur-umur belum pernah mengucapkan "I Love You", "Aku sayang ayah/ibu", "Selamat Ulang Tahun", "Happy Aniversary", atau kalimat sejenisnya pada orangtua. Rasanya kagok di mulut, kaku di lidah, aneh, dan tidak bisa lepas mengucapkannya. Yang ada, diketawain --hehehe.

Eit's, meski demikian, soal rasa hormat, taat, patuh, anak pada orangtua tidak perlu diragukan. Kami para anak di masa itu, seperti ada kesepakatan tidak tertulis. Soal bersikap, berucap, pun membawa diri di hadapan orangtua (terutama ayah).

Saya (kemudian saya ketahui teman- teman bersikap sama) kepada ayah, tidak berani bertatap muka dan pandangan saat ngobrol. Lebih banyak menunduk, hanya sesekali atau sekelebatan saja melihat wajah ayah.

Sementara kepada ibu hubungan lebih cair, kami bisa cerita apapun dan terbuka segala masalah. Ibu adalah orang pertama, mendengarkan cerita saya. Mulai yang remeh temeh, sampai yang serius. Mulai cerita keseharian di sekolah, sampai rencana besar seperti mendaftar kuliah.

Ibu perpanjangan omongan kami ke ayah, soal keuangan ayah penanggung jawabnya. Beliau pencari nafkah, sandaran seluruh anggota keluarga. Meski jarang ngobrol, kami sangat hormat dan menyayangi ayah.

Ayah guru SD, dengan penghasilan tak seberapa. Bagi saya, beliau telah berhasil menunaikan tugasnya. Tugas ayah, menjadi semestinya ayah.

sumber gambar ; tangkapan layar tiktok (at)darkness
sumber gambar ; tangkapan layar tiktok (at)darkness

-----

Meski bukan keluarga priyayi, ibu mewajibkan anak-anaknya bahasa jawa halus -- kromo inggil-- pada orangtua atau orang yang lebih tua. Aturan ini berlaku saklek, ibu tak memberi ruang tawar menawar. Pernah saya melanggar, selain dimarahi tidak boleh makan di siang itu.

Kromo inggil, menjadi simbol penghormatan. Yang di kemudian hari, saya mengamini hasil didikan ibu. Di acara keluarga besar, saya saangat nyaman berbahasa jawa halus, terutama kepada pakde bude ataupun pini sepuh.

Meski boso kromo inggil yang tertata rapi itu, lumayan jarang disampaikan ke ayah. Karena saking jarangnya komunikasi, karena hubungan yang tidak terlalu dekat.

Tugas Ayah adalah Menjadi Semestinya Ayah

Membaca kabar viral di medsos, kadang membuat saya miris. Seorang ayah, tega menghabisi empat anaknya. Ayah yang mengajak bunuh diri istri dan satu anak, satu anak selamat tinggal bareng nenek.

Entahlah, saya merasa ada yang salah, meski saya tidak ingin menghakimi. Tetapi ada tugas keayahan, yang kurang tepat saat penerapan. Mungkin karena kurangnya ilmu, atau tidak sadar pentingnya belajar.

Dan yang pasti, pelaku tidak di posisi ayah semestinya. Ayah yang (seharusnya) melindungi istri dan anak-anak, ayah yang menjamin keamanan dan kenyamanan anggota keluarga.

----

Saya ayah, yang masih terus belajar. Terutama dari almarhum ayah, baik hubungan dengan ibu atau kami anak-anaknya. Ada yang unik, dari hubungan saya dengan ayah. Meski kami (semasa kecil) jarang ngobrol, tetaapi saya tidak benci justru hormat. Meski nyaris tidak pernah bercanda berdua, tetapi jurang pemisah sama sekali tidak ada.

Karena dalam diamnya ayah, tidak terkandung amarah atau hal menyakitkan sedang terjadi. Meskipun jarang ngobrol, tetapi tidak ada sikap penelantaran ayah atas kami. Sehingga kami anak-anak, tetap tumbuh dan bahagia dengan sewajarya.

Banyak hal-hal baik saya pada ayah, baru saya sadari setelah dewasa. bagi saya, ayah telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, yaitu menjadi semestinya ayah.

----

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Ayah berpulang, satu tahun setelah saya bungsunya menikah. Sempat sekali bertemu dan menggendong, cucu pertama dari saya. Kalau merindukan ayah, saya merunut kejadian masa kecil tentang beliau.

Ayah, guru SD dengan penghasilan tak seberapa. Sangat lekat dengan kesederhanaan, jauh dari sifat foya-foya bermegah-megahan. Gaji bulanan diserahkan semua pada istri, sepulang mengajar membantu menggarap sawah mertua (kakek saya dari garis ibu).

Sungguh banyak alasan, membuat saya mengidolakan almarhum. Setelah menyadari, bahwa yang dilakukannya dulu bukti tanggung jawab yang besar.

Ayah rela menempuh pematang sawah, jalan kaki menuju desa tetangga (tempatnya mengajar). Hal yang dilakukan bertahun-tahun, karena motor tua satu-satunya dipakai sulungnya kuliah. 

Ayah sengaja tidak makan di acara rapat sekolah, satu kotak snack bagiannya dibawa pulang untuk saya. Ayah rela menahan keinginannya, demi membelikan tas sekolah anaknya.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Dengan kondisi keuangan terbatas, ayah (dan ibu tentunya) sebisanya menunaikan tanggung jawab. Menyekolahkan anak-anak, hingga lulus perguruan tinggi. Meskipun untuk hal besar itu, keduanya musti pontang-panting mencari utang.

Menjadi semestinya ayah, adalah menjadi ayah yang mengemban tanggung jawab. Menunaikan tugas menafkahi keluarga, melindungi istri dan anak-anak, mendidik dan mengantarkan anak-anak hingga mandiri.

Setiap ayah, niscaya akan dimampukan menunaikan tugasnya. Asal dibarengi kesungguhan, terus menguatkan niat yang tulus ikhlas. Ayah musti menyediakan diri, melewati semua proses hidup, seberat dan seribet apapun itu.

Meyakini tugas keayahan yang luar biasa itu, sejatinya bisa menjadi jalan menuju mulia. Dan algoritma kehidupan akan berpihak, pada orang yang bersungguh-sungguh. Bahwa untuk setiap niat baik ayah, pasti akan terbukakan jalan. Melalui pintu tak terduga, melalui kesempatan yang datang tiba-tiba.

Ayah yang baik dan bertanggung jawab, adalah yang menunaikan tugas ayah. Yaitu menjadi semestinya ayah. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun