Kromo inggil, menjadi simbol penghormatan. Yang di kemudian hari, saya mengamini hasil didikan ibu. Di acara keluarga besar, saya saangat nyaman berbahasa jawa halus, terutama kepada pakde bude ataupun pini sepuh.
Meski boso kromo inggil yang tertata rapi itu, lumayan jarang disampaikan ke ayah. Karena saking jarangnya komunikasi, karena hubungan yang tidak terlalu dekat.
Tugas Ayah adalah Menjadi Semestinya Ayah
Membaca kabar viral di medsos, kadang membuat saya miris. Seorang ayah, tega menghabisi empat anaknya. Ayah yang mengajak bunuh diri istri dan satu anak, satu anak selamat tinggal bareng nenek.
Entahlah, saya merasa ada yang salah, meski saya tidak ingin menghakimi. Tetapi ada tugas keayahan, yang kurang tepat saat penerapan. Mungkin karena kurangnya ilmu, atau tidak sadar pentingnya belajar.
Dan yang pasti, pelaku tidak di posisi ayah semestinya. Ayah yang (seharusnya) melindungi istri dan anak-anak, ayah yang menjamin keamanan dan kenyamanan anggota keluarga.
----
Saya ayah, yang masih terus belajar. Terutama dari almarhum ayah, baik hubungan dengan ibu atau kami anak-anaknya. Ada yang unik, dari hubungan saya dengan ayah. Meski kami (semasa kecil) jarang ngobrol, tetaapi saya tidak benci justru hormat. Meski nyaris tidak pernah bercanda berdua, tetapi jurang pemisah sama sekali tidak ada.
Karena dalam diamnya ayah, tidak terkandung amarah atau hal menyakitkan sedang terjadi. Meskipun jarang ngobrol, tetapi tidak ada sikap penelantaran ayah atas kami. Sehingga kami anak-anak, tetap tumbuh dan bahagia dengan sewajarya.
Banyak hal-hal baik saya pada ayah, baru saya sadari setelah dewasa. bagi saya, ayah telah menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, yaitu menjadi semestinya ayah.
----