Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Bakso Mbah Kilah Bakso Favorit Saat Lebaran

24 April 2023   09:18 Diperbarui: 24 April 2023   09:18 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi kompas.com

Kompasianer's, mohon maaf lahir dan batin. Hari ini hari ketiga lebaran, suasana kumpul keluarga besar dan makan-makan masih sangatlah kental. Saya sudah di kampung halaman dari H-2 lebaran, mendapati kekhasan yang sudah saya hapal.

Alhamdulillah, tahun ini saya bisa mudik --setelah tiga tahun absen. Yang utama dari tujuan kedatangan saya, adalah sungkem pada ibu. Perempuan sepuh kini dituakan lingkungan, dijadikan jujugan tetangga dan handai taulan.

Lebaran terasa semakin seru, dengan berlimpah sajian makanan. Saya seperti ditarik mesin waktu, menyusuri dunia kecil telah jauh tertinggal. Setelah sholat ied, kami sungkem pada keluarga inti dan foto-fotoan. Baru di lebaran hari kedua, keliling ke rumah kerabat.

Beberapa rumah kerabat, dari dulu tak pernah lupa menyediakan olahan makanan. Dan hanya tamu dengan hubungan kekerabatan, dipersilakan menyantap menu khusus lebaran.  

"wis kono, ngebakso, sik," ujar tuan rumah.

Bakso, menu yang tidak asing bagi kita prang Indonesia. Bakso khusus lebaran di kampung saya, disajikan turun temurun. Mula-mula diawali oleh mbah Kilah, adik dari mbak wedok dari garis ibu saya. Di kampung kami, mbah Kilah terkenal pintar memasak (semacam tokoh kuliner). Beliau memiliki warung rawon cukup laris, di sudut pasar kampung.

Setelah simbah berpulang, kebiasaan membuat bakso diteruskan ragil-nya. Adalah anak yang menempati rumah induk, kemudian dijadikan jujukan kami generasi setelahnya. Tuan rumah kini sepantaran kakak saya, tapi saya memanggil paklek. Garis keturunan di jawa lumayan ribet, meski lebih muda bisa saja saya memanggil pakde.

-----

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

"Ayo, ndang budhal,' teriak ibu,"ntar sarapan di rumah mbah Kilah saja".

Ibu orang yang disiplin soal waktu, selalu mengajak kami --anak-anaknya--- pagi-pagi berangkat keliling lebaran. Ibu dan ayah memimpin, berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain. Tetapi rumah diampiri dipilih, adalah rumah yang memiliki hubungan darah dan dituakan.

Setelah itu ibu dan bapak pulang ke rumah, untuk menerima tamu yang datang. Kami anak-anak, meneruskan keliling sendiri. Biasanya saya memilih, rumah yang memberi sangu---hehehe. Dan setelah SMA, saya keliling lebaran bareng gengs. Dan sudah malu, apabila diberi angpao.

Karena sarapan di rumah mbah Kilah, maka ibu tidak memasak di hari lebaran. Sebernarnya bukan rumah mbah Kilah saja, ada rumah saudara lain yang menyediakan sarapan. Tetapi kami kadung jatuh hati, memilih sarapan bakso di rumah mbah Kilah.

Rasanya cukup beda, bersantap bakso di pagi hari. Kebiasaan yang baru kami dapati, ketika hari lebaran tiba. Di hari lain, kami membeli bakso dan hanya buka setelah hari terik.

Kepada saya dan cucu lainnya, mbah Kilah tak segan mengambilkan jatah double. Selain cucu sendiri, kami sudah sangat akrab dengan keluarga ini. Kemudian pulangnya, masih diberi sangu pula. Sebenarnya nilai uang tidak terlalu besar, tapi, entahlah. Kebiasaan ini sangat berkesan, masih saya ingat bahkan sampai saya beranak-pinak.

Bakso Mbah Kilah Bakso Favorit Saat Lebaran

Adalah menu bakso, layaknya bakso pada umumnya. Mie yang sudah direbus dan dituang ke mangkok, kemudian ditaburi irisan seledri dan bawang goreng. Setelah itu disiram kuah, dan dimasukan beberapa butir bakso.

Menu sarapan di rumah mbah kilah, baksonya dibuat sendiri dengan bahan pilihan. Apalagi disajikan untuk tamu, terutama kerabat yang datang. Dan soal citarasa, saya berani memberi acungan jempol. Reputasi sebagai pemilik warung rawon yang laris, tidak bisa diremehkan begitu saja.

dokumentasi kompas.com
dokumentasi kompas.com

----

Lebaran tahun ini, bakso di rumah mbah kilah masih saya dapatkan. Pak War (anak mantu, suami ragil mbah Kilah) yang menyajikan, dan dibantu anak-anaknya. Karena generasi kedua beda keahlian, maka citarasa bakso tidak seenak buatan mbah Kilah.

Pak War sebagai tukang bagunan, istrinya jualan sayur-sayuran mentah. Soal skill olah mengolah makanan, tentunya tidak sepakar (almarhumah) mbah Kilah. Namun upayanya mempertahankan kebiasaan ini, patut diapresiasi. Terbukti kami --generasi cucu--, masih saja memilih sarapan di rumah ini.

Komponen bakso masihlah sama, mie rebus, seledri, bawang goreng, bakso (ukuran kecil), yang membedakan di kuahnya. Ada bumbu yang kurang takarannya, mempengaruhi citarasa di ujung lidah. Kemudian ukuran bakso diperkecil, agar cukup untuk orang banyak. Tapi tidak masalah, suasana lebaran tetaplah tidak berbeda.

Sungguh, bakso mbah Kilah bakso favorit saat lebaran.- Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun