Kompasianer's, selamat menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan. Semoga puasa kita membawa keberkahan, berhasil memroses diri menjadi pribadi lebih baik--aamiin.
Quote "Ala bisa karena biasa", saya yakin sudah akrab di telinga. Bahwa kita makin bisa mengerjakan satu hal, karena terbiasa mengerjakannya berulang-ulang. Seperti teori Malcom Gladwell di buku berjudul Outliers, seseorang akan menjadi ahli kalau mengerjakan satu bidang yang sama hingga 10.000 jam.
Berkilas balik sejenak, dulu saya pernah bekerja di gudang karpet dan permadani di Surabaya. Ratusan karpet permadani, memiliki ukuran, motif dan warna yang beragam. Di awal bekerja, saya kebingungan membedakan motif dan ukuran. Tetapi di bulan ketiga, saya mulai bisa membedakan motif dan ukuran. Hanya dengan melihat, ujung motif di gulungan permadani yang terbungkus plastik.
Menyambung qoute di atas, kebetulan banget saya mengalami dan mengamini. Mendapat tawaran job di bulan Ramadan, bisa sekalian meng-upgrade skill. Kebetulan job saya dapat, membutuhkan keahlian yang sedang saya tekuni.
Alhamdulillah, terbuka kesempatan mendapatkan double benefit. Yaitu ngejob dengan kesepakatan sejumlah fee, sekaligus upgrade skill/keahlian.
-------
Sejak lahirnya media sosial, inovasi konten terus berkembang dan berkelindan. Teman Kompasianer yang mengalami era friendster, mungkin masih ingat. Pengguna terakomodir konten berupa tulisan pendek, mengomentari sebuah postingan. Kemudian menyusul facebook, yang mengakomidor konten tulisan panjang.
Twitter hadir dengan positioning cukup kuat, mengedepankian cuitan yang dampaknya luar biasa. Sudah banyak kejadian yang viral, berkat cuitan yang disebarkan melalui twitter. Kemudian facebook dan twitter, mengakomodir konten berupa gambar dan video.
Awal mulai kemunculan Instagram, sebagai platform dengan tampilan foto- foto yang keren. Â Cafe dan atau tempat wisata berlomba, menyediakan tempat instagramable untuk pengunjungnya eksis di medsos.
So, foto akan dipersiapkan sedemikian rupa, agar bisa tampil menarik dan sempurna di laman instagram. Meskipun instagram ada fitur video, saat itu belum sekuat konten gambar. Btw, fitur IG TV sekarang sudah dihilangkan.Â
Menyusul platform tik tok, yang lebih focus ke video pendek (awal banget tik tok identik video joget), Menyusul tik-tok, Instagram berinovasi dengan video instagram reels. Sementara Youtube dan Facebook, Â dengan video pendek versi masing-masing. Â Kalau saya cermati, short video saat ini didominasi tik tok dan instagram. Â
Jenis video di tik-tok mulai bergeser, tak sekedar joget tapi juga kejadian keseharian. Banyak kejadian viral, setelah diposting di tik tok. Video konsumen komplain, konsumen mencuri di mini market, petugas layanan publik yang semena-mena, gaya hidup keluarga pejabat yang hedon, dan lain sebagainya.
Sementara video pendek Instagram reels, habitnya tidak beda jauh dengan foto di Instagram. Video di IG Reels dikreasikan sedemikian rupa, pemandangan, makanan, suasana yang keren. Video yang bagus-bagus, sangat mudah ditemui di instagram.
"Gue sering ke sini, tapi biasa saja. Tapi di video kok bisa bagus gini,"Â komentar netizen di postingan saya di Instagram
Ya, memang tidak bisa dipungkiri, setiap platform medsos memiliki postioning-nya sendiri-sendiri. Tinggal kita penggunanya, memilih atau menggunakan platform sesuai kebutuhan.
Ngejob Ramadan Sembari Upgrade Skill Editing Video
Kompasianer's, kadang kita suka nggak sadar kalau mantengin medsos. Scrolling dari satu video ke video lain, tau-tau sudah berjam-jam tak beranjak. Satu video bisa diulang-ulang, kalau sekiranya pesannya relate dengan kebutuhan. Dan kita tidak enggan screen short, kalau ingin menindaklanjuti informasi yang ada.
Video pendek, rata-rata berdurasi 60 detik-an. Tapi karena dikemas dengan unik dan menarik, membuat pesan di video tersampaikan dengan baik. Dan untuk bisa menyajikan pesan, agar menarik dibutuhkan tehnik.
Yaitu tehnik editing, mencakup cut to cut video, voice over, pemilihan backsound, dan pemilihan efek video. Itupun belum cukup, video musti bercerita (mengandung story telling). Sehingga memiliki peluang  besar, diminati algoritma instagram atau tik tok agar FYP -- kalau tulisan di headline.
Nah, lagi-lagi, quote ala bisa karena berlaku di point editing video ini. Saya dulu gatek banget, editing video melalui aplikasi. Kalau ada job, membuat seperlunya agar selesai kewajiban. Tetapi pikiran itu saya singkirkan, setelah mendapat job dari BUMN di bidang transportasi.
Saya merenungkan, kalau video saya hasilkan biasa saja atau bahkan jelek. Kemungkinan besar, sekali job langsung selesai (alias tidak berlanjut). Tapi kalau video yang kita persembahkan maksimal, niscaya kita akan dipercaya job berikutnya. Saya belajar editing secara otodidak, bertanya teman yang (menurut saya) videonya bagus. Beberapa akun (belum kenal) saya DM, bertanya tehnik editing dan dijawab dengan baik.
Job membuat video di bulan Ramadan, saya manfaatkan dengan sungguh. Bereksplorasi fitur di aplikasi editing, agar setiap video tampil beda. Agar pengguna jasa saya senang, dan hasil kerja menjadi berkah.
-------
Keberadaan video pendek belakangan, menyebabkan skill editing video diminati. Baik pelaku usaha rumahan, usaha menengah bahkan besar. Pun instansi swasta atau pemerintahan, tidak sedikit yang  mulai aware. Mereka menggunakan jasa konten kreator, untuk mempromosikan produk atau jasanya.
Seorang konten kreator, biasanya sekaligus pemilik akun medsos. Agar tetap survive, musti mengupgrade skill soal editing video. Semakin menarik video dihasilkan, biasanya akan sering diundang atau ditawari job dan atau kegiatan.
Bulan Ramadan tahun ini, saya berkolaborasi dengan pelaku UMKM. Saya bersedia bekerjasama, membantu membuatkan video untuk produk mereka. Sistem kerjasama sangat flexible, terutama pelaku UMKM pemula atau sedang merintis. Â
Membantu usaha mikro, kecil dan menengah, bagi saya itung-itung menambah networking. Sekalian mengasah kemampuan editing video, smoga kebisaan kita bisa menjadi manfaat untuk orang lain.
Sementara untuk perusahaan yang punya nama, biasanya dari mereka sudah ada hitungan nominal fee. Â Pun instansi Pemerintahan atau BUMN, mereka sudah menyediakan skema fee. Dan kalau client senang dengan hasil video kita, berkesempatan dikontrak untuk jangka panjang.
Di dunia ini semua terus berputar dinamis, tidak ada yang statis apalagi mundur ke belakang. Agar setiap orang bisa survive, musti menyesuaikan diri dengan keadaan sedang berlangsung.
Mengupgrade skill atau keahlian, agar bisa memenuhi kebutuhan masa kini. Selamat berpuasa Ramadan, Kompasianer. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H