Kompasianer's, diundang ke acara pernikahan, apalagi si pengundang memiliki hubungan darah atau kekerabatan. Please, sebaiknya usahakan datang, usahakan memenuhi undangan. Ini bukan sekadar ketemu, bukan sekadar makan-makan. Sungguh, lebih dari semua itu.
Ya, saya sangat paham. Mungkin ada segelintir saudara, yang (terkesan/terang-terangan) tidak welcome atau sikap semisalnya. Saya pribadi, sempat merasakan hal demikian. Sampai ada kejadian, yang menggeser cara berpikir saya.
Bahwa hanya diri sendiri yang bisa memutuskan, bagaimana menyikapi dan atau merespon, semua hal di luar diri. Orang lain bisa bersikap seperti mereka mau, tetapi kita juga bisa merespon (dengan baik) seperti kita mau juga.
Tidak mudah memang, memerlukan proses. Tetapi bukankah setiap ketidak enakan, adalah kesempatan men-challenge diri. Jangan sampai karena sedikit orang ngeselin, imbasnya ke saudara yang lain.
Percayalah, ada seratus saudara perhatian dari segelintir yang tak ramah. Dan kita bisa memilih untuk focus, pada saudara yang membuat hati senang. Biarlah energi kita, tercurahkan untuk hal baik dan membaikan saja.
-----
Menutup pekan kedua bulan ini, saya menghadiri undangan dari Kakak yang tinggal di Sukabumi. Beliau punya hajat, menikahkan putri sulungnya yang tahun ini genap berusia 25 tahun. Sebagai saudara kandung paling kecil, saya tidak ingin melewatkan acara sakral ini.
Jauh hari menyiapkan kado bakal dibawa, serta merencanakan perjalanan. Kami kakak beradik, sudah lumayan lama tidak bersua. Pandemi dua tahun belakangan, menghalangi pulang kampung ketemu keluarga besar. Pun kesibukan dan kendala jarak, tidak memungkinkan ketemuan setiap saat.
Tangsel -- Sukabumi, saat ini sangat bisa ditempuh dengan P-P (pergi pulang). Kereta Pangrango Bogor- Sukabumi , memiliki tiga kerangkatan setiap hari (total 6 perjalanan. Saya dan istri mengambil sekali jalan, anak-anak dengan kegiatan di sekolah, kami tinggal dan titip ke saudara.
Toh, malam kami sudah sampai rumah.
Merekatkan Persaudaraan Melalui Kondangan
Satu dua hari menjelang hari H, WA group keluarga mulai riuh. Mengabarkan keberangkatan saudara dari kampung, dengan naik kereta atau bus. Foto-foto dibagikan di group, menunjukkan sudah sampai di ibukota dan lanjut ke kota tujuan.
Ada saudara sekandung, menyatakan absen karena ada kondangan lain. Ya, sehari setelah Sukabumi, ada keponakan yang menikah di Purwodadi Jawa Timur. Dua kota berjauhan, membuat keluarga membagi tugas. Agar dua acara berjalan sukses, dan masing-masing mendapat perhatian mencukupi.
------
Gedung Wanita di Kota Sukabumi, minggu siang itu terasa penuh. Dari Stasiun, saya dan istri naik ojol mobil. Terpaksa berhenti seberang jalan, demi tidak terjebak macet. Di pelataran gedung, tampak dipenuhi kendaraan roda empat sedang parkir.
Masuk di lokasi, seketika disambut kakak tua yang datang dari Surabaya. Keponakan menjadi penerima tamu, kami isi buku tamu dan dipersilakan masuk. Sungguh, saya tak meyangka wajah wajah dikenal berseliweran. Bersua dengan begitu banyak saudara, terutama yang tinggal di seputaran Jabodetabek.
Lama kami tak bertemu kerabat, karena alasan klasik -- yaitu kesibukan. Meski ada satu dua hal, membuat rasa enggan itu hinggap. Kami keluarga besar, bertemu dari garis ibu dan (alm) ayah saya. Meski saling mengenal, tetapi tidak kerap berinteraksi sehingga kurang dekat.
Tetapi dengan bertemu dan datang ke kondangan, rasa yang menghalangi itu memudar. Bisa jadi tidak otomatis berakrab ria, karena sedari kecil perasaan kurang dekat tertanam. Namun tidak bisa dekat, bukan berarti musti menjauh atau apalagi bermusuhan.
Saya yang mendekati usia setengah abad, banyak liku liku telah dialami. Seketika mencoba bersikap, mana yang musti ditanggapi dan mana yang diabaikan. Hadir di Kondangan saudara, sungguh sebuah keputusan yang tepat. Betapa merekatkan persaudaraan, ternyata bisa melalui kondangan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H