Sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, ada satu malam menjadi incaran setiap muslim beriman. Adalah lailatul qadar, malam yang memiliki keutamaan (lebih baik) dari seribu bulan. Ibadah di malam lailatul qadar, setara dengan ibadah selama 83/ 84 tahun. Tetapi Alloh tidak memberikan begitu saja, melainkan mengajak manusia berusaha dan mengilmuinya.Â
Bagi kaum yang berpikir, niscaya akan mengambil banyak hikmah atas kehendak Alloh SWT.
----
Bagi yang sudah berkeluarga (saya yakin) pernah merasakan. Di awal menikah sangat deg-degan, ketika istri telat datang bulan. Saat membeli alat test kehamilan, itupun gugupnya tidak bisa disembunyikan. Setelah ditest mendapati garis satu, tak dipungkiri ada rasa sedih yang muncul. Tetapi uniknya, sama sekali tidak melenyapkan semangat. Pasangan suami istri kembali berusaha, semakin solid dan mengilmui soal kehamilan.Â
Demikian pula dengan malam lailatul qadar. Kita yang puluhan tahun melewati Ramadan, sangat mungkin belum merasakan nikmatnya malam seribu bulan. Sekarang saat tepat untuk mendapatkan, lagi-lagi kuncinya adalah mengilmui.Â
Dan saya baru saja menyimak kajian, Ustad Fitrian Kadir di IG Live beberapa waktu lalu. Tentang cara menjemput malam lailatul qadar, yaitu dengan menjaring bukan memancing.
-----
Mendengat kata memancing, yang ada di benak adalah. Seseorang duduk di satu tempat (entah sungai, danau , kolam, atau apapun), sambil memegang atau menaruh alat bernama pancing. Tali senar mengikat kail, dimasukkan ke dalam air sembari menunggu ikan memakan umpan.
Memancing ada kelemahannya. Misalnya di danau seluas (katakan) 500 meter, sementara tempat melempar umpan pancing hanya satu meter persegi. Berarti masih ada 499 meter persegi luas danau, kemungkinan tidak terjangkau pancing. Bisa jadi yang dipancing di sisi barat, sementara ikan adanya di sisi timur danau. Oke, bisa tetap mendapat ikan. Tetapi jumlahnya hanya beberapa, tidak bisa banyak.
Sekarang kata menjaring. Membawa benak ini, membayangkan jala disebar di danau. Satu jala menjangkau (misalnya) tigapuluh meter persegi, kalau punya lima jala lebih banyak sisi danau dijangkau. Menyebar jaring , membuat kemungkinan mendapat ikan semakin besar.
Bisa saja waktu dipakai sama dengan yang memancing, tetapi hasil didapat lebih banyak. Itu baru memakai jaring yang standart, kalau yang dipakai jaring pukat harimau hasilnya lebih banyak.
Smoga Kompasinar, paham maksud dan arah tulisan ini.
Menjemput Lailatul Qadar dengan Menjaring bukan Memancing
Ya, hari-hari dalam Ramadan sangat terbatas. Lagi-lagi kita musti mengilmui hikmahnya, agar bisa memanfaatkan atau mengelola waktu yang terbatas. Menurut ulama, terbatasnya bulan suci disebabkan saking banyaknya kebaikan di dalamnya. Ustad Fitrian, menyontohkan seorang ibu diberi uang banyak diminta menghabiskan selama 4 jam di mall. Bagi suami yang mengantar, 4 jam akan terasa sangat lama dan membosankan. Tetapi bagi si ibu, 4 jam terasa sebentar saking banyak uang tidak lekas habis.
Alloh meletakan lailatul qodar di 10 terakhir, seolah memaklumi manusia yang lebih banyak lupa. Apabila di sepuluh hari pertama dan kedua, banyak meleset dan tidak focus. Maka di sepuluh hari terakhir puncak Ramadan, segera dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ustad Fitrian, mentadaburi surat Al- Qadr sangat mendalam. Beliau mengulas kata per kata, bahkan mengaitkan dengan kejadian terkait lainnya. Saya coba tuliskan beberapa hal, mengingat banyak bagian musti saya ulang agar lebih paham.
Ada empat riwayat, untuk memaksimalkan lalitul qadar.
Qiyamul ;
Barang siapa melakukan qiyamul (di malam qadar) maka Alloh mentolerir semua kesalahan. Syaratnya, sholat tersebut didirikan dengan dua pondasi, yaitu keimanan atau keyakinan sangat tinggi. Menariknya, sholat tersebut dilakukan dengan segala kerendahan. Mengakui bahwa semua di dunia adalah milik Alloh, bahkan diri kita sendiri milik Alloh.Â
Tanda sholat atau taubat seseorang diterima, adalah dimudahkan untuk beramal soleh dan memotivasi untuk terus beramal soleh.
Berdoa ;
Ibunda Aisyah pernah bertanya ke Rasulullah, tentang doa yang diucapkan seandainya lailatul qadar datang. Rasulullah menjawab "Ya Alloh sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Sesungguhnya Engkau Maha Mengampuni dan Engkau sangat mencintai untuk mengampuni".
Ramadan adalah bulannya orang beriman, sekecil apapun iman yang dimiliki berarti masuk dalam golongan orang yang dipanggil. Alloh memanggil "Hai orang orang yang beriman" berpuasa, maka setiap orang yang beriman berpotensi diampuni.
Membaca Quran :
Membaca ini bisa bermacam-macam, ada yang memperbanyak bacaan. Ada yang mengkajinya, menghapalkan ada yang mentadaburi. Bahwa Ramadan adalah bulan turunnya Quran, maka orang yang mendekatkan diri ke Quran niscaya akan mendapatkan keberkahannya.
Sedekah :
Ibnu Abas berkata, Rasul itu orang paling dermawan, tetapi di bulan Ramadan bertambah kedermawanannya, seperti angin sejuk yang datang silih berganti. Rasul sedekahnya mendamaikan, tidak ada kalimat yang menyinggung penerima.
Pada bagian ini jelas, bahwa puasanya orang beriman berbeda. Selain menjalin hubungan vertikal (dengan Rabb), sejalan dengan membangun hubungan horisontal (sesama manusia). Maka bukti baiknya orang beriman dengan Alloh, dalah baiknya hubungan kita dengan manusia.
Orang beriman, selalu memiliki manfaat yang diberikan terhadap sesama makhluk. Sehingga Ibnu Abbas menegaskan, bahwa Rasul ketika semakin mempelajari Al Quran makan semakin banyak sedekahnya.
---
Memancing lailatul qadar, bisa diibaratkan membidik satu persatu amalan saja. Mungkin qiyamul-nya saja, atau berdoanya saja, atau membaca Qur'an saja atau sedekahnya saja. Dan dilakukan (memilih) di malam ganjilnya saja, mengingat sebuat riwayat menyampaikan lailatul qadar turun di tanggal ganjil.
Sementara menjaring, ibarat tidak mau tanggung-tanggung. Orang beriman melakukan semua, baik qiyamul, berdoa, baca quran, sekalian sedekah. Semua dilakukan di sepuluh hari terakhir, tidak memilih hari ganjil atau genap. Toh, semua yang dilakukan akan membawa dampak kebaikan. Sangat mungkin dipersiapkan dari awal Ramadan, atau jauh sebelum Ramadan tiba.
Memancing malam qadar, hanya focus di hari tertentu dan amalan tertentu. Besar kemungkinan terjadi meleset, entah karena ketiduran atau karena hal lain yang tidak diduha. Karena focusnya, hanya diamalan atau hari tertentu. Sementara menjaring, ibarat menyapu bersih semua hal. Segala hal baik, dijadikan siapkan sebaik mungkin. Sehingga InsyaAllah, malam seribu bulan bisa diraih dengan ijin Alloh SWT.
Sungguh, kita manusia ini sangat lemah, tiada daya upaya di hadapan Sang Maha  Pencipta. Tetapi dengan semangat dan kesungguhan yang ditunjukkan. Semoga cukuplah menjadi alasan, untuk menggapai malam seribu bulan. Dan setelahnya, manapaki jenjang kemuliaan.
Wallahualam Bis'showab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H