Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Ini Sepaket Komplit

14 Maret 2022   08:05 Diperbarui: 14 Maret 2022   08:08 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang jamak terjadi di era digital saat ini, adalah rasa syukur diangkat menjadi status. Bermacam-macam kabar suka cita, ditampilkan di beranda medsos. Ada keluarga yang sedang plesiran, suami istri berangkat umroh, ada yang berhasil mendapat barang kesukaan, serta kebahagiaan lainnya.

Bahagia bisa datang, dengan banyak sebabnya. Kebahagiaan setiap orang berbeda, baik wujud, besaran maupun jenisnya.

Bahagia orangtua berbeda, capaian diraih buah hati menjadi satu bagian. Bahwa sang anak kebanggan, lolos di sekolah atau Perguruan Tinggi favorit dan diingini banyak orang. Hal tersebut, tak kalah membanggakan. Mengingat perjuangan belajar, berkompetisi dengan ribuan peserta lainnya.

Sangat wajar, bahagia seketika membuncah. Melihat nama, nomor test dan bacode jagoan disayangi, tercantum di laman pengumuman.

Bagi pertemanan yang membaca status, dijamin reaksinya juga beragam. Mungkin saja ada yang menganggap lebay, pamer, dan penilaian negatif lainnya.  Namanya juga isi kepala manusia beragam, berbanding lurus dengan pengetahuan didapatkan.

Padahal, tidak ada salahnya ikut bergembira. Toh, tidak ada yang dirugikan untuk kegembiraan yang dirasakan orang lain. Bahkan dengan bergembira, selain menyebarkan aura kebaikan untuk diri sendiri. Sangat mungkin, di kemudian hari keberhasilan yang sama akan dirasakan.

DOkpri
DOkpri

Suka cita yang dipublish (di medsos) atau disimpan sendiri, adalah kebebasan sekaligus pilihan setiap individu. Setiap orang berhak mengambil keputusan, selama tidak menganggu kemerdekaan orang lain. Dampaknya ditanggung yang bersangkutan.

Karena di beranda medsos juga, sesekali kita temui status sedih. Ibu yang single parents, berjuang ekstra membesarkan hati buah dicinta. Kepahitan dihadapi, tertatih- tatihnya mencukupkan kebutuhan sehari-hari. Kemudian bagaimana menahan membeli ini dan itu, demi memenuhi kebutuhan sekolah.

Tentang kabar gagal, kalau dibuat prosentase relatif lebih sedikit ada di medsos. Seperti halnya kesenangan, maka kesedihan juga bebas diekspresikan di medsos. Lagi-lagi, dampaknya juga akan ditanggung pemilik perasaan.

Hidup ini Sepaket Komplit

Menuju usia setengah abad perjalanan, tak terhingga rasa dan peristiwa saya mengalami. Pernah say berda di keadaan terpuruk dan mencoba bangkit, pernah dikecewakan pun merasa dihargai. Tak urung sempat galau, setelahnya berubah mengenggam keyakinan. Soal terluka, tersiksa, sedih yang sangat, tersembuhkan, tercerahkan, dan seterusnya dan seterusnya, saya juga pernah alami.

Apalagi di masa pandemi tantangan semakin berat, ujian datang kadang tak terkirakan. Ada yang sedang diuji masalah kesehatan, menyusul orang dikasihi berpulang. Ada yang kehilangan mata pencaharian, ada yang usahanya gulung tikar, dan tantangan lainnya.

Dokpri
Dokpri

Hidup ini sepaket komplit.

Setiap keadaan yang tersedia, niscaya akan dialami dan dlalui setiap orang. Tidak ada manusia yang selalu beruntung, termasuk tidak ada manusia yang sedih terus-terusan. Semua keadaan akan ganti berganti, setiap keadaan akan datang dan pergi layaknya siang dan malam.  Dunia ini tak ubahnya roda yang berputar,  berhenti saat tiba waktu di penghabisan.

Kesenangan yang datang sekarang, mungkin saja untuk menebus luka masa lalu. Kalaupun ada duka hinggap, bisa menjadi pengingat agar tidak lupa diri. Setiap keadaan ada masanya, setiap orang dengan titian demi titian kehidupannya masing-masing.

Perihal cara mengekspresikan perasaan, sepenuhnya tergantung latar belakang setiap orang. Dipengaruhi lingkaran pergaulan, sosial ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Tidak elok menghakimi pilihan orang lain, dengan memakai standart diri sendiri.

Benar dan atau salah itu sangat subyektif, tidak perlu dimasalahkan tidak usah dibesar-besarkan. Selama tidak mengganggu diri, tidak usah dibuat terlampau repot. Berempati saja, baik dalam kesukaan atau kedukaan yang dialami teman  Agar sikap serupa, kita dapati di saatnya nanti.

Hidup ini sepaket komplit- semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun