Masih ada satu hall lagi di tengah, pada sayap kanan kiri masing-masing terdapat ruangan. Menurut petugas kebersihan yang saya tanya, difungsikan untuk kegiatan apel. Ada satu ruangan kecil, untuk tangga naik ke atap stasiun (gambar kedua artikel ini). Selanjutnya kita masuk ruang tunggu, sebelum melewati pintu tap dan masuk peron.
Saya sangat menikmati suasana, ketika mendongak ke atas disuguhi ornamentasi berlanggam art deco. Sepanjang penglihatan, didominasi struktur baja berkesan kokoh dan megah. Bangunan ditumpu ratusan tiang pancang, dengan penutup dari beton dan seng tebal. Di atas delapan peron, dinaungi kuda-kuda berbentuk melengkung---seperti di stasiun Kebayoran Baru.
Stasiun Tanjung Priuk adalah stasiun ujung, rel berakhir pada bangunan stasiun dan kedudukan sepur tegak lurus dengan peron. Memiliki enam jalur dalam peron, dan dua di luar peron. Di bagian ujung peron saya melihat rumah sinyal, berfungsi untuk mengatur sinyal lalu lintas kereta api. Namun sekarang sudah tidak diaktifkan, mengingat sinyal diatur secara otomatis.
----
Meski hanya beberapa jam di stasiun Tanjung Priuk, kesan heritage itu menempel di benak. Kompasianer yang penasaran, silakan langsung ke stasiun Tanjung Priuk. Bisa naik KRL Commuter Line dengan tiket sangat terjangkau, kita bisa mengeksplor stasiun dengan suasana tempo doeloe-nya.Â
Atau kalau mau lebih mendapati suasana Batavia, bisa keluar dan menjelajah di sekitar stasiun. Beberapa bangunan lama masih berdiri kokoh, ada taman, masjid, sembari berjalan ke pelabuhan.
Saya benar-benar merasa, diajak menikmati Batavia dari sudut stasiun Tanjung  Priuk. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H