Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Mengatasi Kecanduan Gadget pada Anak

16 Februari 2022   20:57 Diperbarui: 16 Februari 2022   21:02 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kompas.com

Kompasianer, hari gini sebagian besar kita berkegiatan dengan device digital. Kita, dari lintas kalangan dan strata. Mau tidak mau, menolak atau menerima, berurusan dengan perangkat keras digital. Baik tua maupun muda, anak-anak atau remaja, laki-laki pun perempuan, sebegitu akrabnya dengan gadget.

Nyaris semua kegiatan keseharian manusia modern disupport gadget, mulai dari bekerja, belanja, belajar, main games, bermedsos, dan lain sebagainya. Ibarat sisi mata uang, gadget dan teknologi memiliki dampak baik dan tidak baik.

Kalau kita menghindari kehadiran teknologi, besar kemungkinan akan tertinggal perkembangan jaman. Maka kita musti bisa beradaptasi, memiliki pendirian dan bisa mengambil sikap. Bahwa semua yang ada dihadapan, bisa dipetik hikmah untuk diambil kebermanfaatannya.

Di minggu kedua bulan dua duaribu duapuluh dua, Satu BSD mengadakan Instagram Live- EduTalks "Strategi Mendidik Anak Era Digital".  Kegiatan ini dipandu Host Mayang, dengan narasumber Laurensia Lindi Paramastuti (Miss. Lindi), selaku School Counselor of Sinarmas World Academy (SWA).

SWA adalah Sekolah bertaraf international di BSD City, memberi keseimbangan antara akademik dan holistic education guna memaksimalkan potensi setiap anak.

------

Olah tangkapan layar- dokpri
Olah tangkapan layar- dokpri

Generasi Alfa (usia sekira 1- 12 tahun) bertumbuh, beriringan dengan perkembangan digital yang sedemikian masifnya.  Dalam keseharian anak-anak tidak lepas dari gadget, sehingga mereka sangat terampil mengoperasikan.

Rata-rata dari usia tiga tahun, buah hati mulai terbiasa mengoperasikan device digital. Anak mulai bisa menggeser krusor, menekan atau mencari tombol/ ikon yang ingin dituju. Saya megalami kejadian nyata, ketika sedang membuat video untuk instagram. Saat mengoperasikan aplikasi power director mengalami kesulitan,  anak wedok kesayangan memandu menemukan fitur-- hehehe.

Menurut narsum, gadget jenis Ipad, tab, gawai, laptop adalah gadget yang sering digunakan anak-anak. Selain relatif mudah mengoperasikannya, bisa dibawa kemana-mana, fiturnya friendly.  Cukup menggunakan satu device, bisa mengakomodir aneka macam kegiatan.

Handphone anak saya, menjadi andalan untuk zoom saat kegiatan belajar mengajar. Setelahnya dengan alat yang sama, digunakan untuk mengerjakan tugas, mencari materi, dan mengirim pekerjaan rumah. Di luar itu juga terhubung dengan WAG teman sekelas, memudahkan komunikasi dan diskusi. Tidak jarang anak-anak bermain games secara online, setelah kelelahan belajar atau mengisi hari libur.

Namun era digital engan kecanggihannya tidak lepas dari sisi plus dan minus.

Plus-nya ;

  • Anak-anak menjadi fasih teknologi
  • Perkembangan berpikirnya cepat
  • Lekas memahami sesuatu serta terpacu belajar banyak hal
  • Bisa berkomunikasi dengan banyak orang atau teman
  • Perkembangan bahasa terdukung, bisa belajar lebih dari satu bahasa.

Minus-nya adalah ;

  • Mengoperasikan digital device lebih banyak menggunakan jari, sehingga mengurangi kegiatan menulis menggunakan jari tangan (mengetik berbeda dengan menulis).
  • Dari sisi kesehatan, minim gerak fisik, mata beresiko karena terpapar sinar layar gadget beresiko, memengaruhi perkembangan otak.
  • Memengaruhi emosi dan otak lelah.
  • Perkembangan fisik berbeda dengan anak aktif bergerak secara fisik.

"Berapa usia ideal anak diperkenalkan device?" tanya Host

"Idealnya ketika anak mulai sekolah (usia 6 tahun)". 

Anak di usia masuk sekolah, dari sisi kematangan emosional sudah siap dibentuk. Sehingga relatif mudah diarahkan, bisa memahami pengaturan jadwal dan mengkutinya. Kemudian secara fisik sudah berkembang, sehingga bisa diatur sedemikian rupa.

"Tetapi realitanya sulit," tegas Miss Linda

Ya saya sepakat, bahwa kondisi di lapangan tak semudah berterori. Mengingat lingkungan, yaitu orang terdekat (ayah/ ibu/ kakak/ adik), orang di lingkaran kecil (saudara sepupu/ keponakan/ om/ tante), menggunakan gadget.

Anak yang melihat kegiatan tersebut, biasanya penasaran dan ingin ikut mengoperasikan. Kita orangtua tidak bisa seenaknya melarang, karena membuat anak kecil hati. Sementara membebaskan juga jangan, bagaimanapun anak membutuhkan panduan. Selanjutnya narsum, memberi strategi guna mengatasi kecanduan gadget pada anak.

Mengatasi Kecanduan  Gadget pada Anak

Olah tangkapan layar- dokpri
Olah tangkapan layar- dokpri

Di bagian pembahasan ini, saya mencatat point cukup menarik dan komprehensif. Saya yakin cara ini bisa dilakukan orangtua mana saja, asal kuncinya konsisten.

Memberi Batasan ;

Mustahil orangtua melarang anak, tidak mengoperasikan gadget sama sekali. Maka jalan tengahnya membolehkan tetapi  dengan batasan. Batasan yang sekiranya balance, agar anak punya kegiatan dengan gadget dan punya kegiatan fisik. Pengaturannya dibuat dengan kesepakatan bersama, dan didalamnya mengandung konsekwensi.

Point ini sekaligus menjawab pertanyaan Pak Harris, yang menanyakan sistem reward and punish. Narsum menyontohkan soal kesepakatan, misalnya anak diboleh dengan gadget selama 45 menit. Apabila menggunakan 60 menit (lebih 15 menit), maka di kesempatan berikutnya konsekwensinya waktu dengan gadget dikurangi 15 menit.

Dan seterusnya.

Memilihkan Aplikasi Sesuai Usia

Hampir setiap waktu bermunculan aplikasi baru, yang bisa diunduh secara gratis. Apalagi aplikasi games, jumlahnya tidak terhitung bahkan ada yang sampai diiklankan. Orangtua melek digital, musti membuka mata dan mencari tahu aplikasi yang ngetren atau digemari  anak-anak. Sebelum buah hati mengunduh dan mengoperasikan, sebaiknya dipastikan kontennya aman dan cocok untuk anak.

Mengajarkan Anak tentang Privasi

Penipuan di era digital, satu diantaranya scamer melalui email atau japri (jaringan pribadi). Anak musti diberi pengertian, agar tidak memberikan informasi sifatnya personal kepada orang tidak dikenal.  Orangtua musti memprotek passwood anak, sebaiknya terkoneksi dengan email atau aplikasi di gadget anak.

Oragtua dengan keterbatasannya, bisa saja "kecolongan". Anak membuka aplikasi tertentu tidak sesuai usia, secara diam-diam/ ngumpet.  Maka selain kedekatan anak orangtua, perlu dibangun trust/ kepercayaan antar keduanya. Agar anak-anak mau terbuka berkomunikasi, tidak enggan bercerita apapun dengan ayah ibunya.

Parent Involment

Orangtua bisa memanfaatkan era digital, guna mendekatkan diri ke anak-anak. Yaitu dengan melibatkan diri, saat anak-anak di depan layar gadget. Melihat konten bersama, setelahnya ngobrol atau mendiskusikan isi konten.

Belakangan medsos sedang ngetren, siapapun dengan mudah bisa membuat dan memiliki akun medsos. Anak perlu didampingi secara intens, terutama dalam menggunakan medsos. Anak dilatih memfilter konten, agar bisa mendapatkan value dari kegiatan bermedsos. Tidak ada salahnya, orangtua berkolaborasi dengan anak membuat konten.

.

Beberapa point dikemukakan narasumber, saya mengamini dan mengalami sendiri. Bahwa orangtua mempunyai peran penting, meminimalisir kecanduan anak dengan gadget. Namun dalam proses mengatasi, musti disertai sikap konsisten.

-------

Kecanduan gadget ada tingkatannya, mulai yang standart sampai yang menantang. Dalam tahapan standart, bisa diminimalisir dengan beberapa point dijelaskan narsum. Apabila tingkat kecanduan sudah tahap parah, sebaiknya orangtua segera melibatkan ahli atau profesional.

"Bagaimana bisa dikategorikan parah?" tanya Host

Kalau tingkat kecanduan (dengan gadget) sudah memengaruhi  emosional, dan anak melakukan berontak secara frontal. Misalnya orangtua sudah berusaha menerapkan aturan, anak menolak dan atau mengakali baik terang-terangan atau diam-diam.

Sekali lagi, mustahil melarang anak menggunakan digital device. Namun orangtua bisa mengarahkan anak, dengan membuat kesepakatan bersama. Memanfaatkan gadget focusnya untuk belajar, sembari membangun kepercayaan anak dan orangtua. Seiring bertambah usia dan anak bisa dipercaya, maka aturan mulai dilonggarkan.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun