Pandemi memberi dampak yang luar biasa, terutama di sektor perekonomian. Saya yakin sebagian besar kita merasakan, pendapatan menurun kemudian banyak pekerja yang dirumahkan. Namun siapa nyana, beberapa pelaku UMKM bisa survive bahkan berkembang.
Satu diantaranya adalah produsen minuman herbal instan, yang pabriknya berada di daerah Cilegon Banten. Nama brand-nya adalah Saripati LAER, Â dengan jahe merah sebagai produk andalan. Kemudian berkembang ke bahan herbal lainnya, seperti kunyit, temulawak, beras kencur, empon-empon.
Saya bersua dan mengenal Ibu Titin selaku owner, secara tidak sengaja. Ketika ada liputan pameran UMKM sebuah Kementrian, yang diadakan di BSD Tangerang Selatan. Kemudian kami ngobrol dan sang pemilik usaha sangat berbaik hati.
Beberapa kali beliau berkenan mensupport, kegiatan komunitas Ketapels (Kompasianer Tangerang Selatan) yang saya gawangi. Saya sangat berterima kasih, sehingga kegiatan bisa berjalan dengan baik.
Berbincang dengan ibu empat anak ini, saya bisa melihat kilatan semangat dalam diri beliau. Bagaimana memulai merangkak dari nol, untuk membangun usaha minuman herbalnya. Berkat perjuangan keras dan tertatih itu, kini minuman herbal instan telah dijual di supermarket ternama.
---
Kompasianers, coba deh baca pengumuman di akun Ketapels bulan ini. Ada kegiatan lomba menulis, yang disupport oleh brand minuman herbal instan. Kebetulan saya dan pemilik brand, kerap berkomunikasi via online. Alhamdulillah, niat saya mengadakan kegiatan komunitas disambut baik.
Sekilas menengok ke belakang, awal mula ide membuat jamu. Dimulai dari keikutsertaan ibu Titin, di pelatihan pengolahan jahe emprit yang diadakan sebuah perusahaan besar di Cilegon. Kemudian dari jahe emprit, dikembangkan ke jahe merah, kunyit, beras kencur.
Dipilihnya Jahe merah tak lain karena kandungan dan khasiatnya, yaitu membantu menghangatkan badan dan mengatasi batuk. Dengan modal 5 juta dari perusahaan pembina, maka usaha jahe merah dimulai tahun 2006.
Sang pendiri mengisahkan, bagaimana usahanya mengenalkan jahe bubuk buatannya. Yaitu membawa ke berbagai pengajian, kegiatan posyandu, PKK, Posbindu, dan lain sebagainya. Hingga produknya dikenal dinas perdagangan kota, provinsi, akhirnya ditawari untuk mengikuti pelatihan.
"Semua perlu perjuangan, pengorbanan dan doa," ujarnya
Pernah ikut pelatihan Kementrian koperasi dan  UMKM,  diajarkan soal kemasan, wirasusaha. Dari sini terbuka pintu, berpartisipasi di banyak pameran. Begitu usaha minuman herbal dikenal dan pesanan meningkat, akhirnya dipilih Jahe merah asli Badui sebagai bahan dasar.Â
Jahe merah asli Badui selain bagus, sekalian diniatkan untuk membina petani Badui. Dan tidak hanya jahe , kini rempah- rempah juga dibeli dari petani Badui.
Menyoal nama brand, di tahun 2007 memakai merek caangkir yang ternyata sudah banyak penggunanya. Akhirnya dipakai singakatan anak-anak (LAER), tetapi diprotes teman teman UMKM Pandeglang karena artinya jorok. Tapi dibantah, bahwa maksud brand tersebut adalah berpikir jauh ke depan.
Kalau di masa pandemi banyak karyawan dirumahkan, kini anak mantu ibu Titin justru sebaliknya, Mereka yang sebelumnya bekerja dan punya jabatan, memilih resign dan focus membantu mengembangkan usaha ibunya.
Bu Titin sangat bersyukur dengan pencapaiannya, tetapi hal ini tidak ingin dirasakan sendiri. Beliau sebagai pembina UMKM di Cilegon, tak enggan memberi pelatihan untuk anak muda dan mahasiswa. Menanamkan tekad generasi millenial, untuk tidak mencari kerja tetapi justru menciptakan lapangan kerja.
Kalau ada pepatah "hasil tak mengkhianati usaha", segala jerih payah bu Titin telah membuahkan hasil. Di Tahun 2017 meraih penghargaan Sidakarya, menyusul penghargaan Paramakarya (tingkat nasional) di tahun 2019.Â
Selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H