Di kemudian hari saya membuktikan, turun ke lapangan membagikan nasi bungkus. Jumat pagi itu saya melihat, ada lansia sarapan hanya dengan nasi putih dicampur garam. Maka nasi bungkus dari komunitas, sangatlah membantu lansia mendapatkan variasi menu.
Penolakan Nasi Bungkus Itu Menjadi Moment Indah 2021
Kegiatan berbagi, akhirnya melibatkan donatur umum di dalamnya. Penggalangan dana melalui medsos, rupanya menampakkan hasil. Di tahun pertama kegiatan, alhamdulillah mendapat dukungan baik Kompasianer maupun non-Kompasianer.Â
Donatur yang berpartisipasi beraneka macam, ada yang perorangan, komunitas, ada yang menyumbang dalam bentuk barang. Misalnya teman yang punya usaha catering, mensupport nasi kotak. Kenalan yang manager sebuah perusahaan , menyumbang produk yang diproduksi di tempatnya bekerja. Kami pernah disupport buah, susu segar, kurma, camilan, dan lain sebagainya.
Dengan respon yang bagus, otomatis amanah kami emban bertambah. Maka selain yang berbagi rutin untuk lansia dhuafa, kami kembali turun jalan seperti di awal kegiatan.
------
Hari kamis biasanya saya koordinasi, dengan calon donatur yang sudah menyediakan diri. Teman pemilik catering, bersedia menyumbang sekian puluh nasi bungkus. Kemudian kami menentukan waktu, apakah untuk dibagikan pagi atau siang hari (selepas jumatan). Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya donatur memilih untuk makan siang.
Oke, selepas sholat jumat saya melucur ke lokasi. Setelah mengambil nasi bungkus, di perjalanan mulai membagikan ke orang yang ditemui di jalanan. Saya tidak asal membagikan, biasanya melihat sekilas pantas tidaknya orang yang diberi.
Mereka yang saya bagi, ada petugas kebersihan yang berpapasan saat menyapu di pinggir jalan. Tukang jualan keliling yang minim peminat, misal penjual korek gas, abu gosok, sapu ijuk, tukang yang menawarkan timbang badan, penjual poster anak, dan lain sebagainya.
Siang itu saya mendatangi kakek penjual tisu, yang berjualan tak jauh dari pemakaman. Saya mendekat dan menyerahkan nasi bungkus, namun dibalas dengan tanggapan tak mengenakan. Si kakek menolak dengan kasar, menunjukkan bahasa tubuh dan gumam tak bersahabat.Â
Seketika itu ada rasa kesal, tapi saya memilih pergi tanpa membalas. Saya melanjutkan keliling, mencari orang yang pantas menerima. Tiba-tiba ada yang membuat emosi mereda, ketika saya menemukan sebuah perspektif baru.