Selepas SMA dan tidak diterima test di kampus negeri, saya rehat (dua tahun) sekolah dan memilih bekerja. Ibu mewanti-wanti ragilnya, jangan sampai tidak kuliah karena keenakan bekerja dan punya gaji -- saya menyanggupi.
 Berbekal ijasah SMA melamar pekerjaan, diterima sebagai tenaga di bagian gudang. Pekerjaan yang mengandalkan fisik, dengan gaji bulanan tidak seberapa. Di kemudian hari sangat saya syukuri, karenanya  menjadi awal mandiri tidak ngerepotin orangtua.
Kawasan Jembatan Merah dengan bangunan kunonya, kalau di Jakarta semisal  kawasan kota tua. Gedung bergaya Belanda berdiri kokoh, disewakan untuk kantor dan gudang aneka barang. Tempat saya bekerja adalah gudang karpet, berada di jalan karet ujung. Sederetan dengan gudang ember karet, gudang kain, kantor pengacara, gudang ekspedisi, dan lain sebagainya.
Ada satu gudang pakaian yang rutin saya lewati, setiap hendak makan di warung emperan. Di bagian depan gudang, tampak tumpukan daster, sarung, mukena, baju batik dijual eceran. Konon di pertengahan bulan duabelas, ada cuci gudang. Aneka barang yang ditawarkan, semua dijual sampai separuh harga bahkan lebih.
"Mukena" gumamnya saya seketika.
Ya, ketika melintasi gudang saya melihat mukena. Barang yang saya niatkan membeli untuk ibu, setelah bekerja dan mendapat gaji. Sekilas tampak bahannya halus, makin cantik dengan renda di bagian pinggir.Â
Namun mengetahui bandrol dipasang saya galau, padahal sudah didiskon separuhnya pula. Masih terbilang mahal, untuk ukuran kantong pegawai gudang belum setahun bekerja. Batin ini seolah ditarik ukur, tetapi kapan lagi membelikan ibu mukena baru.
Sembari menunggu tanggal gajian, setiap sore saya ke warung langganan membeli teh dan gorengan. Agar bisa melintasi gudang pakaian, memastikan mukena ditaksir masih aman. Tetapi di jumat sore ada pemandangan berbeda, tumpukan mukena sudah digantikan tumpukan daster. Saya berusaha berbaik sangka, mungkin digeser atau dipindah ke dalam.
Demi menuntaskan rasa penasaran, saya memberanikan diri masuk ke gudang pakaian. Menanyakan ke penjaga, keberadaan barang yang sehari lalu masih ada di tempatnya. Sontak badan ini lemas, rasa kecewa menyelimuti hati. Mendengar jawaban penjaga, bahwa mukena sudah diborong pembeli untuk dijual lagi.
Soal enyahnya mukena cukup menghantui saya, berhari- hari kepikiran dan terbayang-bayang. Saya masih saja melintasi gudang pakaian, berharap ada mukena jenis lain yang dijual.Â