Semoga matahari lekas terbit, menerangi sanubari ibu bersama kekasih sejati.
Ketangguhan Denada akankah Menjadi Ketangguhan Kita?
Jujurly, di masa pandemi ini, saya tak ubahnya teman-teman, sahabat, kerabat. Berjibaku memenuhi kebutuhan rumah tangga, demi menegakkan kewajiban ( baca amanah) sebagai kepala keluarga. Tetap memberi jatah uang belanja istri, serta membayar uang sekolah anak-anak tidak lewat jadwal.
Selain itu juga memeuhi kewajiban, melunasi tagihan listrik bulanan, iuran kebersihan dan keamanan lingkungan, serta iuran RT/ RW yang kadang diluar perkiraan. Misalnya penyemprotan nyamuk, misalnya urunan konsumsi untuk kerja bakti dan lain sebagainya.
Apabila dompet sedang tipis dan pekerjaan sepi, pikiran suka ngelantur kemana-mana. Sepanjang sujud dan rukuk terasa khusyu, air mata tumpah sampai mengering tak bersisa. Menanamkan positive thinking dan optimis di dada, nyatanya tidak semudah lisan mengucapkannya.
Tetapi demikianlah kenyataan hidup sedang berlaku, demikian kehendak Tuhan sedang ditampakkan atas manusia. Setiap orang diproses menjadi kuat, melalui jalan yang telah digariskan
Beberapa part di podcast, saya menemukan fase pembelajaran buat diri sendiri. Ada kalimat Denada cukup mencerahkan, bahwa yang dialami sekarang mengajari kesabaran. Bahwa ketika Alloh menempatkan hamba di satu titik, mustahil akan ditinggalkan sendiri.
Kita manusia lemah tak berdaya, mau tidak mau, suka tidak suka, menerima atau menolak. Tak ada pilihan kecuali tawakal, menghadapi dengan ikhlas, sembari belajar mengurai benang ruwet yang ada di hadapan mata.
Mengikuti kisah Denada, kok tiba-tiba saya merasa malu, sangat jauh dan belum seberapanya. Ujian saya hadapi, tak sepelik ujian yang beliau sedang jalani. Jatuh bangun yang saya lalui, kemungkinan tak sedalam yang pernah menimpa beliau.
Saya yakin di luar sana, banyak yang mengalami lebih besar dari Denada hadapi. Banyak sosok tangguh dari kalangan biasa, yang tidak disorot kamera dan menjadi perhatian khalayak.