Utang Itu Panas Bisa Membakar yang di Sekitarnya
Suatu hari Rasulullah SAW hendak menyolati jenazah, kemudian Beliau bertanya apakah almarhum memiliki utang. Sahabat menjawab bahwa yang meninggal masih ada utang, maka Kanjeng Nabi tidak berkenan menyolati.
"Ya Rasulullah, orang ini memang punya utang dan saya bersedia menanggung," ujar seorang sahabat. Â Barulah Rasul bersedia menyolati.
Keesokan hari sahabat yang menanggung utang melapor kepada Rasulullah, bahwa utang almarhum sudah dibayarkan, kemudian manusia mulia bersabda, "sekarang sudah dingin kulitnya"
Dari kisah tersebut kita mengambil pelajaran, bahwa utang itu membuat panas. Kalau panasnya tidak segera dipadamkan, bisa membakar yang ada di sekitarnya. Membakar hubungan pertemanan, membakar ikatan persaudaraan, membakar kepercayaan, membakar reputasi dan seterusnya.
Efek panas  dialami tidak hanya semasa hidup saja, tetapi sampai yang punya utang meninggal dan dibawa ke alam kubur. Kalau tidak ada ahl waris yang membayarkan, betapa sedih menanggung beban sepanjang hayat.
Saya membayangkan, masyaAlah seandainya Rasullah SAW masih hidup saat ini. Rasanya banyak diantara kita tidak disholati Nabi, karena Beliau tidak bersedia menyolati sahabat yang punya utang.
------
Tidak ada yang melarang orang berutang, karena sangat mungkin suatu saat kita terpaksa meminjam. Utang boleh, tetapi janganlah membudayakan berutang. Â Kalau utang sudah menjadi kebiasaan, diri sendiri yang menanggung kerepotan. Dan wajib diingat, harus membarengi utang dengan itikad mengembalikan sesuai kesepakatan.
Karena sekali mengingkari janji melunasi, akan mengubah banyak hal dari orang yang berpiutang. Yaitu berubah sikap, berubah ucapan, berubah pandangan dan tentunya hilang kepercayaan. Betapa gara-gara utang, bisa merembet ke semua urusan di luar utang piutang.