Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Menimbang Manfaat dan Mudharat Bertanya "Kapan Menikah?"

30 November 2021   06:43 Diperbarui: 30 November 2021   15:22 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dah bisa beli rumah, beli mobil, terus kapan nikahnya"

"Lo tuh ganteng, masak nggak ada yang mau lo ajak nikah"

"Buruan merrid, seumuran lo sudah pada punya anak tuh"

Bagi jomlo, saya yakin tak asing dengan kalimat sejenis di atas. Itu baru tiga kalimat, yang kalau diteruskan masih sangat banyak. Mulai dari kalimat sindiran halus, sindiran kasar, kalimat yang dibalut becandaan, terang-terangan, sampai kalimat nyinyir level atas.

Entah apa tujuan si penanya, apalagi kalau disampaikan di ruang terbuka di depan orang banyak. Tetapi saya menerka, bahwa mereka ingin menjatuhkan mental. 

Berbagai motif ada dibelakang sikap ini, sangat mungkin terselip dengki, atau punya muslihat untuk keuntungan pribadi.

Efek dari celetukan-celetukan tersebut, lazimnya menimbulkan rasa kesal di benak orang yang ditanya. Efek kelanjutannya bisa ditebak, adalah renggangnya hubungan dan atau komunikasi. Kalau hal sama diulang-ulang, sangat mungkin berpotensi memutuskan tali pertemanan dan menimbulkan permusuhan.

Saya pernah berada di posisi, dijadikan object pem-bully-an orang sekeliling soal menikah. Ketika itu usia mendekati tiga dasawarsa, ketika beberapa pencapaian telah saya raih. Soal kesendirian mendadak dijadikan bahan, untuk menyerang baik secara langsung ataupun tidak.

Saya merasakan bagaimana merana dan bingungnya, menjawab atau menawarkan pertanyaan kapan menikah. Karena soal satu ini (menikah), tidak semudah merencakanan (misalnya) piknik atau meneruskan sekolah jenjang S2. 

Kesiapan diri secara materi dan mental seseorang, tidak serta merta berbanding lurus dengan tersedianya calon pasangan. Perjalanan hidup setiap orang berbeda-beda, tak elok apabila dipersamakan atau diperbandingkan.

Setelah jatuh bangun melewati masa bully, diujung kesabaran --alhamdulillah---dipertemukan belahan jiwa. Setidaknya saya memiliki rasa empati, tidak tertarik bersikap usil apalagi julid kepada jomlo. Saya dulu juga merasakan senelangsa itu, hati teman-teman yang belum dipersuakan belahan jiwa. 

Bertanya "Kapan menikah" justru menambah beban pikiran, dan merusak pertemanan. Maka saya memilih, berbincang topik lain yang membuat jomlo nyaman.

Menimbang Manfaat dan Mudharat Bertanya "Kapan Menikah ?"

dokpri
dokpri

Manusia hidup dibekali ego, dan egolah yang membuat dunia menjadi riuh penuh dinamika. Ego yang tidak dikelola dengan baik, niscaya bisa merusak diri sendiri dan sekeliling. Banyak kisah terhampar di setiap jaman, bisa menjadi ibroh (pelajaran) bagi kaum berpikir.

Kisah anak-anak Adam, berasal dari percikan ego Qabil yang maunya menikahi Iqlima calon istri Habil (seharusnya yang dinikahi Labuda). Kisah Yusuf kecil yang dibuang ke sumur, akibat ego sepuluh kakak tak terima adiknya kelak menjadi manusia mulia.

Ego terus bercokol di hati keturunan Adam, dari jaman ke jaman melintasi masa hingga hari ini. Keinginan unggul mengungguli, berkuasa dan menguasai, menunjukkan diri lebih baik, merasa diri lebih pintar, merasa lebih ini dan itu dan sebagainya. Itulah wajah ego, yang bisa diibaratkan api yang siap membakar daun kering.

Sikap egois adalah salah satu pemicu keingintahuan/ kepo, kemudian mengorek-ngorek  kekurangan orang lain. Ketika mendapati orang lain melebihinya di satu hal, nafsu membuncah dipenuhi rasa tidak terima dan tidak suka. 

Kemudian mengungkit (misalnya) belum adanya pasangan, guna menjatuhkan mental sang rival. Pertanyaan "Kapan Menikah? " terus didengungkan, tak peduli perasaan yang ditanya. 

Kita hidup tidak hari ini saja, niscaya akan membutuhkan bantuan orang lain. Semua kemungkinan bisa terjadi di masa mendatang, dan kita tidak tahu akan dibantu oleh siapa. Sangat mungkin, yang mengulurkan bantuan orang yang pernah disakiti. 

Maka penting menimbang bertanya "kapan menikah", kalau lebih berat mudharat sebaiknya hindari. - Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun