Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22- Now - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Camilan Teng-teng dan Nostalgia Masa Kecil

14 Agustus 2021   13:40 Diperbarui: 14 Agustus 2021   13:46 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama camilan teng-teng (huruf e dibaca seperti kata "tenda"), saya akrabi sedari usia belia. Makanan ringan berbahan dasar kacang, diolah dipadukan dengan gula merah atau gula jawa atau gula aren.

Kadang ada rasa jahe yang menyertai --meski tipis--, ketika ingin makan teng-teng dengan sensasi berbeda. 

Saya yang (dulu) penyuka manis gula jawa, lumayan hoby makan teng-teng. Apalagi manis gula aren/ gula jawa rasanya alami, berbeda dengan manisnya gula pabrikan.

Makannya dicuil sedikit sedikit, satu kacang demi satu kacang. Kalau ingin berlama-lama, biasanya kacang diemut satu persatu, setelah rasa manis habis baru dikunyah.

Kebetulan di kampung halaman, ada ibu tetangga yang membuat teng-teng untuk dijual.

Saya bisa membeli setiap kali pengin, dan harganya sangat akrab di kantong anak-anak.

Untuk membuat camilan ini cukup repot, selain makan waktu juga butuh ketelatenan.

Makanya ibu atau nenek saya, (sepengetahuan saya) tidak pernah membuat camilan ini.

Pun ketika lebaran, saat di meja tamu nenek menyediakan aneka camilan khas kampung.

Nama teng-teng selalu dilewatkan, karena yang suka makan kebanyakan anak-anak.

"Kalau pengen, beli saja di warung yu Sri" ujar ibu

Ibu ada benarnya, ditimbang antara ribet mengolah dengan harga membeli memang tak sepadan.

Seingat saya, satu teng-teng -- kala itu-- dihargai duapuluh lima rupiah. Setara dengan harga segelas es syrup, atau seharga semangkok rujak buah.

Jangan kaget kompasianer, tahun 80-an uang sebesar itu sudah bisa dipakai jajan.

Sementara memegang uang seratus perak, rasanya sudah banyak untuk anak usia SD ---ketauan umur deh, hehehe.

Tetapi saya mengakui, bahwa camilan teng-teng memiliki tempat di hati ini.

----

Waktu dengan cepatnya berlalu, separuh umur lebih saya lewati di tanah rantau.

Alhasil, teng-teng jarang ditemui bahkan cenderung terlupakan.

Hingga saya menemukan website, yang memudahkan penggunanya jelajah camilan Indonesia.

Adalah omiyago.com , web yang menyediakan aneka camilan dan makanan khas bumi pertiwi.

Menelusuri halaman demi halaman, saya bisa sembari bernostalgia dengan masa kecil.

Pasalnya nama-nama panganan kecil, yang nyaris terlupa tiba-tiba muncul.

 

dokpri
dokpri

Sampai mata ini tertuju saya pada nama ampyang jahe, tetapi menilik gambarnya saya cukup familiar.

Ya, inilah teng-teng yang saya gemari dulu. Cocok buat teman aktivitas, mengingat saat ini sedang pandemi.

Dan demi mengobati kangen, tanpa pikir panjang saya membeli secara online.

Kini camilan teng-teng atau ampyang jahe, hadir dengan kemasan yang elegan.

Begitu pesanan saya tiba, benar-benar benak ini dibuat exited. Citarasa masa lalu, terasa hadir melalui indera pengecap.

Cara saya menikmati, persis seperti saat usia SD.

Satu persatu kacang dicuil dengan ujung gigi, kemudian diemut sampai rasa manis (dari gula merah) hilang.

Sembari membayangkan masa silam, nama-nama terkait camilan nostalgia ini bermunculan.

Termasuk mengingatkan kepada ibu tetangga, yang sudah lama berpulang.

Seandainya waktu bisa diputar, ingin rasanya kembali ke masa lalu.

Ah, camilan teng-teng, benar-benar menjadi nostalgia masa kecil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun