Selama menggawangi  kegiatan komunitas -- yaitu Ketapels Berbagi--, banyak pengalaman saya dapati. Naik dan turun situasi silih berganti, sempat membuat goyah semangat ini.
Tantangan tak kalah berat, adalah menjaga konsistensi atau istiqomah. Agar kegiatan berkelanjutan, agar senyum lansia dhuafa tetap terkembang.
Meski tak dipungkiri, kadang ego ini seperti ditarik dan diulur. Berada di ambang, antara ingin berhenti atau terus berjalan.
Tetapi keajaiban-keajaiban kecil menyertai, saat saya merasa menemui jalan buntu. Membuat semangat nyaris padam, tiba-tiba kembali berpendar.
Pernah suatu saat nyaris kehabisan dana, dan saya ingin merehatkan kegiatan barang sebulan --sambil mencari donatur.
Hari jumat menjelang siang, seperti biasa saya mengunggah laporan kegiatan di medsos. Â Sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada donatur, saya post beberapa foto saat penyerahan nasi kotak.
Di hari penuh berkah kali itu, saya tuliskan caption perihal rencana istirahat sementara. Â Dengan lengkap saya sampaikan alasan, berharap kegiatan sudah berjalan segera dijalankan lagi.
Keajaiaban kecil terjadi, belum genap sehari beberapa pesan masuk melalui fitur inbox.
Isinya seragam yaitu minta dikirim no rekening, menyatakan tergerak hati dan ingin berdonasi.
Keesokan saya menerima transferan dana, bisa mengcover kegiatan hingga beberapa bulan ke depan -- alhamdulillah.
Kejadian saya alami lagi, ketika membuka donasi pembangunan Panti Lansia di daerah Tiga Raksa Tangerang.
Saya mengumumkan jauh hari tetapi minim respon, begitu mendekati hari H bertubi pesan masuk ke handphone.
Keesokan hari saya order 60 sak semen, oleh toko bangunan langsung dikirim ke Panti Lansia. Menyusul satu hari berikutnya, ada tambahan donatur kemudian memesan satu truk pasir.
Keajaiban belum selesai, ketika jadwal menyambangi panti ada yang titip nasi kotak untuk lansia.
Dari kegiatan berbagi, saya dipertemukan dermawan luar biasa. Mereka orang-orang baik, justru kebanyakan bukan orang kaya.
Sebagian sudah saya mengenal secara personal, sebagian hanya mengenal melalui medsos.
Dari orang- orang berhati mulia, saya mendapat insight. Ternyata sesederhana itu menjadi dermawan, tidak pakai ribet.
Semudah dan Sesederhana Itu Menjadi Dermawan
Kegiatan yang biasanya rutin di Pamulang Selatan saja, hari itu ditambah turun jalan membagikan nasi kuning di sekitaran Ciputat.
Tidak jauh dari rumah ada ibu penjual nasi uduk dan nasi kuning, saya memesan beberapa kotak dari sehari sebelumnya (hari kamis).
Sesuai janjian saya datang setengah tujuh, mendapati nasi kotak sudah ditata rapi di dua tas plastik ukuran besar.
Sembari membayar dan menunggu kembalian, si ibu menyilakan saya mengambil kolak yang diletakkan di atas baki dekat gorengan.
"Om, kolaknya ambil"
"Berapaan buk"
"Nggak usah, saya sediain gratis setiap Jumat"
Saya terhenyak dan termangu sejenak, menuruti kemauan ibu mengambil sebungkus.
Di sepanjang jalanan di Kampung Utan, berkelebatan di benak tentang mental dermawan. Bahwa untuk menjadi dermawan, tiada bersyarat kaya dan atau banyak harta.
Siapapun dan dari strata atau golongan sosial yang mana, bisa menjadikan dirinya dermawan.
Setiap orang, sesungguhnya bisa memiliki mental pemberi. Memberi sesuai kemampuan dimiliki, sesuai kapasitas dipunyai.
Tinggal si orang tersebut, mau mengambil kesempatan tersebut atau malah abai.
Berderma bisa dengan apa saja.
Kalau bisanya dengan kolak -- seperti ibu nasi uduk-- tidak masalah, bisanya memberi tenaga tiada apa, bisanya dengan meluangkan waktu, kemampuan berjejaring, kepintaran mencari sponsor dan lain sebagainya. Sungguh tidak masalah.
Selama niat yang digenggam adalah mulia, untuk mengejawantahkan semangat berbagi dan semangat memberi.
Jangan ditunda- tunda, karena setiap kebaikan akan kembali ke pelakunya.
So, semudah dan sesederhana itu untuk menjadi dermawan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H