"Om, kolaknya ambil"
"Berapaan buk"
"Nggak usah, saya sediain gratis setiap Jumat"
Saya terhenyak dan termangu sejenak, menuruti kemauan ibu mengambil sebungkus.
Di sepanjang jalanan di Kampung Utan, berkelebatan di benak tentang mental dermawan. Bahwa untuk menjadi dermawan, tiada bersyarat kaya dan atau banyak harta.
Siapapun dan dari strata atau golongan sosial yang mana, bisa menjadikan dirinya dermawan.
Setiap orang, sesungguhnya bisa memiliki mental pemberi. Memberi sesuai kemampuan dimiliki, sesuai kapasitas dipunyai.
Tinggal si orang tersebut, mau mengambil kesempatan tersebut atau malah abai.
Berderma bisa dengan apa saja.
Kalau bisanya dengan kolak -- seperti ibu nasi uduk-- tidak masalah, bisanya memberi tenaga tiada apa, bisanya dengan meluangkan waktu, kemampuan berjejaring, kepintaran mencari sponsor dan lain sebagainya. Sungguh tidak masalah.
Selama niat yang digenggam adalah mulia, untuk mengejawantahkan semangat berbagi dan semangat memberi.