Saya pernah mendengar ulasan seorang praktisi pendidikan, bahwa marah atau hukuman kepada anak seharusnya fungsinya seperti obat. Namanya obat pasti pahit, tapi ketika dikonsumsi untuk menyembuhkan sakit.
Mengonsumsi obat dibutuhkan resep dokter, karena kalau dosisnya kurang sakitnya tidak sembuh kalau over dosis bisa semakin parah.
Demikian pula marah, juga ada ilmunya. Apalagi yang dimarahi buah hati sendiri, yang kepada mereka segala kebaikan masa mendatang diharapkan.
Kalau marah hanya untuk melampiaskan emosi semata, siapapun bisa , tidak harus menjadi orangtua.
Bagaimana kalau hati anak terlanjur retak?
Kita orangtua (yang dewasa) kembali ke kaidah, yaitu tidak malu meminta maaf lebih dulu (kepada anak). Di posisi ini singkirkan sejenak soal benar atau salah, orangtua yang sebaiknya mengalah.
Selanjutnya kita ambil pelajaran, bahwa kita orangtua seharusnya bisa menahan amarah dengan cara diam. Kemarahan pintu masuknya setan, membuat manusia tidak bisa mengendalikan lisan.
Kalau dengan diam masih belum mampu, tingalkan tempat dan ambil air wudhu dan begitu seterusnya sampai amarah mereda.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H