Salam sehat selalu Kompasianer.
Saat ini kita masih berada di bulan Syawal, semangat berpuasa semoga selalu terjaga ya. Yuk, menjalankan puasa sunah Syawal selama enam hari.
Selain menggenapkan pahala Ramadan, sekalian memelihara ketekunan ibadah yang sudah terbentuk selama bulan Ramadan. Kalau saya sih, sekalian mengerem nafsu makan -- hehehe.
Sepekan lebih bulan mulia berlalu, bagaimana dengan asupan?
Semoga berat badan saat puasa (berat ideal) terjaga, tidak semakin gemuk  atau balik obesitas. Kue lebaran (terutama) yang manis-manis, kandungan glukosanya patut diwaspadai.  Kalau kebablasan ngemil sisa kue lebaran, bisa-bisa bobot badan naik drastis.
----
Menjalankan puasa di bulan suci, sudah seharusnya diniatkan untuk ibadah. Sebagai persembahan bakti dan ketaatan hamba, agar selalu dalam naungan Rabbnya
Bahwa setelahnya hati menjadi lebih tenang, badan menjadi sehat dan langsing, anggaplah itu sebagai bonus (dampak mengikuti).
Pun koreksi dalam hal makan, sangat mungkin selama ini terlanjur banyak salah dilakukan. Konon makanan, menjadi sebab kegemukan dan (salah satu) muasal datangnya aneka penyakit.
Setelah Ramadan berlalu, bagi saya tantangan menahan nafsu makan semakin berat. Kita musti lebih waspada, agar kebebasan makan dan minum tidak keterusan.
Jangan sampai berlalunya Ramadan, menjadi alasan kita kembali ke pola konsumsi lama. Pola makan dan gaya hidup, yang sebenarnya kita tahu tidak sehat dan merugikan diri sendiri.
Setelah Ramadan Berlalu, Apa Kabar Berat Badan?
Mengikuti serial kisah para Nabi di Youtube, ada kesamaan sikap yang saya perhatikan dari kebiasaan manusia pilihan ini. Â Baik Nabi, sahabat, atau orang terpilih, mereka memilih seperlunya saja dalam hal mengonsumsi makanan.
Nabi Yusuf ketika paceklik melanda Mesir, sebagai pembesar kala itu terjamin makan minum tetapi beliau memilih tidak pernah kenyang saat makan.
Maryam ibunda Isa AS, sering memberikan roti (jatah berbuka puasa) untuk orang yang (mengaku) anaknya kelaparan. Di kemudian hari diketahui orang ini berbohong (roti dimakan sendiri), tetapi Maryam tetap saja memberikan rotinya.
Rasulullah manusia mulia, Beliau makan setelah lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Baginda Nabi mengganjal perut dengan kerikil (diikat dengan kain), untuk membantu menahan rasa lapar.Â
Menjelang wafat (perihal mengikat kerikil) diketahui para sahabat, membuncahkan haru sekaligus kekaguman, tercatat dengan tinta emas peradaban. --- Subhanallah.
---
Bahan baku utama tubuh adalah gula, musti diubah menjadi energi jangan ditimbun. Kalau bahan utama ini terpakai habis, cadangan (umumnya 15%) glikogen berupa lemak terpakai.
Bayangkan Kompasianer, ketika lambung diisi seperlunya saja maka akan digunakan optimal. Setelah bahan baku utama (glukosa) lekas habis digunakan, dilanjutkan penggunaan cadangan.
Sebulan saja hal demikian dijalankan, saya yakin masalah kegemukan tidak menghantui. Penyebab melarnya badan, bisa diminimalisir tanpa teori dan macam-macam penjelasan.
Masih menurut dokter Zaidul Akbar, bahwa setiap sendi tubuh ada jadwal terjadi recycle. Ada yang setiap 3-5 hari, ada yang 12 hari, 3 bulan, ada 4 bulan (atau 120 hari). Dan kebiasaan menahan makan berlebih, membuat proses recycle berjalan dengan baik.
Judul artikel ini, sejujurnya pertanyaan yang ditujukan untuk diri sendiri. Sebagai pengingat, bahwa tugas memerangi hawa nafsu terus berlangsung. Sebagai manusia penuh khilaf dan dosa, memerangi nafsu bisa dimulai dari nafsu makan dan minum.
Jika berat badan ini mulai melar, tandanya saya musti segera sadar diri. Bahwa telah kalah dengan nafsu, bahwa telah kebablasan dan terlena.
Artinya saya musti kembali memulai dari nol, menahan diri mengonsumsi makanan, atau menjalankan puasa sunah sebagai solusi.
Setelah Ramadan berlalu, apa kabar berat badan?
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H