Yusuf kecil dengan kecerdasan, membuat bersit ketidaksukaan mulai tergores di hati saudara-saudara seayah. Yakub merasai gelagat ini, berusaha tak mengistimewakan Yusuf di hadapan anak yang lain.
Demikian pula Yusuf. Kepintarannya mendapat pujian seorang pedagang, saat di perjalanan menuju Kan'an. Lagi-lagi iri mencuat menggores di hati saudara, mendengar sanjungan ditujukan ke saudara mudanya.
"Yusuf sama, seperti saudara yang lainnya"Yakub membalas pujian.
Puncak rasa iri berbaur dengki, ketika Yusuf mengisahkan mimpi melihat  Matahari, Bulan dan sebelas bintang bersujud kepadanya.
Yakub tak berkenan menakwilkan langsung, dihadapan sepuluh anak yang lain karena naluri keayahan ( dan kenabian) menuntun demikian.
Sifat iri dengki ibarat api membakar daun kering, begitu setan meniupnya bagai bara dalam sekam. Sepuluh saudara bersepakat, mencelakai Yusuf dengan membuangnya ke dalam sumur (satu saudara bernama Lavi sempat urung, tetapi ditentang yang lain).
Kejadian tragis saudara mencelakai saudara, bak mengulang kisah Qabil dan Habil anak-anak Adam AS. Rupanya menjadi awal jalan terjal kenabian, dari kanak hingga dewasa bertubi-tubi Yusuf dinistakan dan dihinakan.
Menjadi budak di istana Bendahara Mesir, menghadapi fitnah rayuan Zulaikha (istri Bendhara), kemudian membawanya ke balik jeruji besi sebagai tahanan.
Kesedihan tak terhitung ditanggung lelaki berhati lembut, tetapi mengantarkan pada totalias penghambaan kepada sang Khalik.
Tiga puluh enam tahun Yusuf berpisah dengan Yakub, ayah dan anak (keduanya manusia mulia) didera kerinduan tak berkesudahan. Yakub sampai matanya buta, saking keseringan menangis saat melantunkan doa.