Seketika pikiran awam saya menarik kesimpulan, bahwa di abad itu  nenek moyang kita telah  mengenal dan paham komposisi, aransement layaknya orkestra masa kini.
Sound of Borobudur, Â bisa dijadikan salah satu celah jelajah menggali harta karun masa lalu melalui seni. Ketika menyaksikan melalui chanel Youtube, saya merasai kedahsyatan makna melalui pintu bernama musik.
Nama-nama dengan kredibilitas tak diragukan, menginterpretasikan aneka alat musik yang ada di relief candi untuk dihadirkan secara kekinian.
Mereka adalah Trie Utami, Dewa Budjana dan Purwacaraka, melakukan upaya rekonstruksi, membuat komposisi, dan aransemen ulang sehingga alat musik di relief candi kembali "berbunyi". Kalau tiga pakar musik ini bersatu, maka jangan tanya bagaimana hasil jadinya.
Saya merekomendasikan Kompasianer, untuk mendengarkan instrument lagu "Indonesia Pusaka" yang kita semua sudah mengenalnya. Cukup ketik keyword "Sound of Borobudur" saya yakin dijamin ketemu.
Saya merasakan seperti mengandung nada-nada mistis, mampu mengantarkan kekuatan magis. Terutama di bagian musik pembuka, atau intro sebelum masuk ke bagian lagu inti. Benar-benar dahsyat, dan sanubari ini seperti disentuh.
Saya sarankan mendengarkan dengan head phone, sambil memejamkan mata biar semakin syahdu dan focus. Kalau yang saya rasakan, jiwa ini seperti ditarik ke masa lalu.
Bekelebatan di ruang imajinasi, kelebatan potongan kisah masa dan terlihat serba hitam putih. Atmosfir keduluaan sekitika terasa hadir, saya sampai dibuat berdecak kagum.
Trie Utami menyampaikan pandangan, bahwa Sound of Borobudur ibarat sebuah perjalanan panjang yang sudah melampaui berbagai tahapan. Sebuah Lokomotif siap berjalan, membawa segenap gerbong di belakangnya, menembus ruang, waktu dan peristiwa.
Sebagai Candi Budha termegah yang berdiri di Magelang Jawa Tengah, kita generasi masa kini tak akan selesai mengungkap makna cakupan di relief candi.