Sekira usia taman kanak-kanak, saya mulai berlatih menjalankan ibadah puasa. Hal ini dipicu oleh teman-teman sepermainan, yang sudah mulai berpuasa. Ibu menyarankan pada bungsunya, sebaiknya mulai dari puasa bedug dulu. Alias puasa setengah hari, alias  berbuka ketika adzan duhur berkumandang.
Saya sendiri kurang paham, asal muasal puasa bedug. Hanya setau saya, lazim untuk anak yang baru kali pertama puasa. Mungkin biar tidak terlalu kaget, mengingat puasa sehari penuh butuh persiapan (fisik dan mental).
Sebagai anak saya manut , yang  penting sudah menjalankan ibadah puasa. Mengingat temen sebaya, kebanyakan sudah mulai puasa.
Jadi, kalau sewaktu-waktu ada teman bertanya. "Kowe poso opo ora?", dengan bangga (boleh nggak sih---hehehe) si anak kecil menjawab "Yo poso to" -- ya puasa lah. Saya bisa menjawab dengan kepala tegak, tanpa menyiratkan sedikit ragu.
Anak tidak puasa kala itu, (biasanya) musti menyiapkan segudang alasan saat ditanya kawan. Itupun belum cukup, siap untuk tidak diajak bermain atau tidak diajak taraweh dan sebagainya.
"Nek ra poso, yo ora usah taraweh" -- kalau tidak puasa ya tidak usah taraweh, ujar seorang teman terkesan merendahkan.
Padahal sih, kalau mau menjawab tidak jujur (atau jawab "puasa") bisa saja. Tetapi bahwa (di otak ini kepikiran) berbohong di bulan Ramadan, seperti melepaskan setan dari ikatan rantai besi. Â Itu yang membuat saya urung berbohong, dan saya tak menyesali---hehehe.
-----
Di kemudian hari, kepada anak-anak hal serupa terulang. Tanpa saya atau ibunya minta, mereka latihan puasa dari kelas TK A. Atau sekira umur 4- 5 tahun. Mula mula puasa setengah hari, kemudian di Ramadan berikutnya anak-anak puasa sehari penuh.
Saya sempat tak percaya, pada Ramadan tahun kedua puasa mereka tidak bolong. Â Eh, sekali sih saat anak lanang sakit. Artinya alasan tak puasa karena hal yang benar-benar syar'i.
Mereka menjalankan puasa sehari, selama satu bulan penuh pada umumnya tak berkeluh kesah. kecuali sekali anak gadis bilang lapar, itupun tidak mau ketika disuruh membatalkan puasa.
Saya tidak bertanya lebih jauh, mengapa anak-anak sebegitu semangat berpuasa. Apakah mereka mengalami kejadian, seperti ayahnya dulu dengan teman sepermainan.
Tetapi nyatanya, (setau saya) dari TK B sampai sekarang (anak-anak besar) mereka menjalankan sehari penuh. Tak perlu dibujuk ini dan itu agar tak batal puasa, tak usah diiming-iming dengan hadiah di saat lebaran.
Kebetulan anak lanang cukup dekat dengan ayahnya, kemana saya pergi jagoan ini ngintili. Kesempatan ini tak saya sia-siakan, mengajaknya untuk taraweh, tadarus, itikaf di sepuluh hari terakhir Ramadan.
Menurut saya cara paling efektif mengajari ibadah kepada anak, tak ada lain kecuali orangtuanya memberi contoh. Dengan sekali keteladanan, telah meniadakan berbusa-busa nasehat.
Rasanya lucu orangtua yang menasehati anak rajin sholat, sementara dirinya tak pernah menegakkan (salah satu) rukun islam tersebut. Dan sangat aneh, minta anak berpuasa tetapi si ayah makan minum di siang hari.
Kalau puasa saja tidak, apalagi taraweh, apalagi tadarus, qiyamul lail, khataman quran, itiqaf, hadir di kajian  dan tausiyah dan lain sebagainya.
Maka menurut saya, membelajari diri dulu baru mencontohkan kepada anak menjadi cara ideal mengajari anak ibadah di bulan Ramadan.
Anak Belajar Shaum dari yang Bedug dan Ibadah Ramadan Lainnya
Di sebuah webinar,saya tercerahkan dengan penjelasan narasumber Dr. Mesty Ariatedjo Spk, dokter spesialis anak. Bahwa belajar puasa pada semua anak, sebenarnya tidak ada patokan umur yang pasti. Tetapi di umur 4 tahun, saluran pencernaan kosong/ terasa lapar sekira setiap 4 jam.
Mendengar penjelasan ini, saya jadi menyambungkan dengan puasa bedug atau puasa setengah hari. Puasa bedug bisa disemisalkan dengan puasa sekitar 4 jam-an (atau nambah dikit sih).
Masih menurut narsum, anak yang belajar berpuasa sebaiknya didukung dengan asupan nutirisi yang memadai. Seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, sayur dan buah.
Asupan yang membantu mempertahankan rasa kenyang, bisa didapat dari (terutama) protein, lemak, dan serat. Protein  hewani terdapat pada daging, ayam, telur, susu. Sedang protein nabati, bisa didapatkan misalnya pada jagung dan alpokat.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/02/img20170319071437-608ebaf6d541df3bf9501552.jpg?t=o&v=770)
Sementara ketika berbuka, anak sebaiknya diberikan asupan berglikemik tinggi. Hal ini berguna, untuk meningkatkan kadar gula secara cepat (asupan bisa berupa kentang dan nasi).
-----
Syarat wajib dan syarat syahnya puasa adalah ; beragama islam, berakal sehat, baligh (dewasa), mampu, suci dari haid dan nifas, mengetahui awal Ramadan.
Pada syarat ketiga, puasa (memang) disyaratkan yang baligh saya sepakat. Tetapi sudah semestinya mulai dibiasakan dari usia kanak-kanak, agar tidak terkaget-kaget ketika baligh. Dan untuk tugas ini, peran orangtua sangat penting.
Maka kalau belajar shaum dari yang bedug sudah dimulai saat anak, tinggal menyempurnakan dan melanjutkan dengan ibadah lainnya. Dan kesungguhan serta istiqomah itu penting, agar iman menjadi teguh.
Semoga bermanfaat Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI